Jogja
Sabtu, 30 Desember 2017 - 19:20 WIB

Kawasan Rawan Bencana Merapi Dibagi Sembilan Zona

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gunung Merapi (Gigih M. Hanafi/JIBI/Harian Jogja)

Batasan itu diberlakukan dengan kolaborasi empat regulasi yang sudah ada

Harianjogja.com, SLEMAN-Peta kolaboratif dan arahan zonasi yang sedang disusun Pemkab Sleman membagi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi menjadi sembilan zona. Batasan itu diberlakukan dengan kolaborasi empat regulasi yang sudah ada.

Advertisement

Regulasi yang dimaksud antara lain Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Kabupaten Sleman, Peta Area Terdampak Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Merapi, dan Peta Kolaboratif Skala Besar Zona Rawan Bencana Erupsi Gunung Merapi. Sekretaris Bappeda Sleman Arif Setio Laksito mengatakan, peta ini diharapkan membantu masyarakat khususnya yang tinggal di lereng Gunung Merapi.

“Kita sudah adakan FGD untuk menyepakati batas zona Kawasan Rawan Bencana [KRB] Merapi, dengan membandingkan aturan yang sudah berlaku,” katanya, Jumat (29/12/2017).

Hal yang diperhatikan ialah arahan zonasi terkait pengelolaan yang dilakukan di KRB tersebut. Ia menguraikan jika zona L1 yaitu KRB Alam Geologi dan L2 sebagai KRB Alam Geologi yang terdampak langsung dilarang digunakan sebagai pemukiman. Dua zona itu berada paling atas dan dekat dengan puncak Gunung Merapi.

Advertisement

Sementara, L3 merupakan KRB yang berada pada sempadan sungai. Untuk L4, ujar Arif, merupakan KRB yang terdapat kantung permukiman. Kawasan itu diperbolehkan untuk rumah yang sudah terbangun dan aman pada erupsi Merapi 2010 lalu. Sementara, kegiatan perkantoran diperbolehkan di kawasan budidaya antara lain B3 dan B4, sedangkan kantor pemerintahan setempat di zona lindung terbatas.

Pengaturan itu juga termasuk kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan budidaya B1 dan B2, serta kegiatan peternakan dibatasi pada peternakan existing. Terkait banyaknya sorotan soal kegiatan wisata, Arif menerangkan jika kegiatan pariwisata dalam kajian ini diarahkan dalam bentuk wisata alam dengan ketentuan bangunan hanya bagi sarana dan prasarana yang sifatnya minimal. Sedangkan untuk wisata budaya, dibatasi hanya dilakukan pada masa-masa tertentu.

Zona lindung diarahkan untuk tempat evakuasi sementara, penyediaan sarana air baku dan kegiatan tidak terbangun. Kegiatan industri dibatasi pada skala home industri yang dilakukan penduduk setempat dengan pemperhatikan kearifan lokal. Dinyatakan pula jika ingin melakukan pengembangan industri dalam skala lebih besar maka masyarakat harus mencari lokasi lain yang tidak masuk dalam deliniasi Peta Kolaboratif.

Advertisement

Sekretaris Daerah Sleman Sumadi mengatakan, penanganan bencana erupsi pada 2010 lalu memang seharusnya ditindaklanjuti dengan langkah pascabencana pula. “Salah satunya dengan penetuan zonasi ini, KRB Gunung Merapi,” katanya.

Penataan ruang yang baik dipercaya akan bisa mengurangi risiko bencana di Sleman. Karena itu, semua pihak diminta menaati dan berpartisipasi dalam zonasi yang telah disusun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif