Kolom
Jumat, 29 Desember 2017 - 05:00 WIB

GAGASAN : Kemanusiaan dalam Pendidikan Kita

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Memanusiakan manusia (Twitter)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (28/11/2017). Esai ini karya Muhammad Husin Al Fatah, dosen di Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan serta peneliti di Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah husinabdulfatah@gmail.com. 

Solopos.com, SOLO–Dalam UU No. 20/2003 yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional disebutkan tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk memanusiakan manusia.

Advertisement

Tujuan ini menarik ditelaah. Mengapa lembaga legislatif dan pemerintah saat membahas dan mengesahkan UU ini menggunakan terminologi ”memanusiakan manusia” dan  mengapa bukan frasa yang lain?

Kemudian muncul pertanyaan apakah sebelum diterbitkannya UU Sistem Pendidikan Nasional tersebut pendidikan di Indonesia belum memanusiakan manusia?

Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai hewan yang rasional. Socrates menyebut manusia adalah makhluk yang memiliki dua potensi, yakni thought (berpikir) dan will (berkehendak).

Advertisement

Menjadi rasional saja tidak cukup untuk disebut sebagai manusia. Dua kompetensi tersebut menjadi indikator makhluk layak disebut sebagai manusia.

Selanjutnya adalah: Rumusan pendidikan di UU

Rumusan

Advertisement

Setelah membandingkan rumusan pendidikan di UU Sistem Pendidikan Nasional dengan definisi manusia yang dikemukakan dua filsuf tersebut bisa ditarik sebuah asumsi.

Bisa jadi selama ini pendidikan di Indonesia belum memanusiakan manusia. Dengan kata lain, pendidikan sebelum pemberlakuan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memberikan ruang bagi peserta didik untuk berpikir dan berkehendak serta tidak memberikan kesempatan peserta didik untuk berpikir secara rasional.

Pemberlakuan UU Sistem Pendidikan Nasional ini seolah-olah menjadikan pendidikan kita sebagai pendidikan nasional yang memanusiakan manusia, berbeda dengan ketika yang berlaku adalah UU sebelumnya.

Pendidikan yang berorientasikan industri memang sedikit memberikan ruang dialog bagi para peserta didik. Terlebih sekolah-sekolah yang memang memiliki orientasi sebagai pencetak tenaga kerja siap pakai di industri.

Advertisement

Penyeragaman gaya berpikir dan berkehendak menjadikan peserta didik terlepas dari potensi kemanusiaan yang melekat pada diri mereka.

Selanjutnya adalah: Proses pendidikan di Indonesia

Proses

Advertisement

Pertanyaan selanjutnya, apakah kemudian dengan diberlakukannya UU Sistem Pendidikan Nasional tersebut sudah menjadikan proses pendidikan di Indonesia menempatkan siswa sebagai manusia yang dekat dengan potensi kemanusiaannya?

Keberadaaan ujian nasional, tes berstandar nasional, dan ujian-ujian formal memengaruhi orientasi belajar siswa. Keberadaan aneka tes atau ujian tersebut juga mengubah orientasi semua elemen pendidikan dalam merumuskan proses-proses pembelajaran.

Tujuannya adalah mendapatkan nilai sempurna, maka diadakan pemadatan materi pada mata pelajaran tertentu dan latihan soal dengan ditambah belajardi luar sekolah menjadi menu wajib bagi siswa, terlebih mendekati ujian.

Di titik ini, tujuan pendidikan yang memanusiakan manusia sebenarnya telah bergeser. Siswa tidak lagi diajarkan untuk berdialog menyelesaikan masalah di hadapannya, juga tidak diberi kesempatan untuk berkehendak tentang mana yang menjadi prioritas dan mana yang perlu dibela atau dilawan.

Selanjutnya adalah: Pemecahan masalah tereduksi

Advertisement

Pemecahan

Pemecahan masalah tereduksi pada menjawab soal, pengambilan keputusan teredukasi pada pemilihan jawaban pada soal-soal pilihan. Hampir semua potensi afektif, psikomotor, dan kognitif, tereduksi pada satu jenis evaluasi yang menjauhkan siswa dari potensi kemanusiaan mereka.

Yang menjadi persoalan adalah, jika siswa tercerabut dari akar kemanusiaan, bagaimana ia akan mengenal, berpikir, dan memecahkan persoalan yang terjadi di sekitarnya?

Sebuah pekerjaan besar bagi seluruh pelaku pendidikan di negeri ini terkait kurikulum yang konsisten berubah pada durasi tahun tertentu tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidik.

Pendidik menjadi faktor terpenting dalam pendidikan karena pendidiklah yang mampu menentukan arah pembelajaran yang diikuti oleh proses-proses evaluasi yang menyeluruh.

Hasil proses pendidikan yang diharapkan adalah siswa-siswa yang memiliki potensi kemanusiaan yang baik, yakni manusia yang mampu bepikir dan berkehendak untuk ikut memikirkan lingkungannya. Bukan seperti zombi yang bekerja tanpa berpikir dan berkehendak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif