Soloraya
Rabu, 27 Desember 2017 - 21:15 WIB

Bau Limbah di Tengah Putaran Miliaran Rupiah Pasar Ayam Semanggi Solo

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana Pasar Ayam Semanggi, Pasar Kliwon, Solo yang berubah becek saat hujan, Senin (23/5/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Rencana pemindahan Pasar Ayam Semanggi Solo ke Karanganyar menjadi perbincangan para pedagang.

Solopos.com, SOLO — Rabu (27/12/2017) siang sekitar pukul 10.30 WIB, Suhito, 56, duduk santai di pintu los Pasar Ayam Semanggi, Pasar Kliwon, Solo. Dia mengamati kesibukan di dalam pasar.

Advertisement

Ada pedagang keliling yang menjajakan ayam, ada sekumpulan orang yang sibuk tawar menawar harga ayam, ada pula pedagang yang sedang asyik dengan kalkulatornya menghitung pendapatan sampai siang itu.

Ada pula yang sibuk membersihkan los dan kios dari kotoran-kotoran hewan. Suhito sedang menunggu pedagang ayam langganannya datang untuk kulakan ayam. Di dalam losnya, masih ada belasan ekor ayam yang belum laku. (Baca: Relokasi Pasar Ayam Semanggi Keluar Solo, Pemkot Bidik Gondangrejo)

Sebagian diletakkan di kandang dalam los, sebagian lagi di dalam keranjang yang dia letakkan di jok sepeda motornya. Tak berselang lama, seorang pedagang asal Karanganyar, Said, menyambangi los Suhito.

Advertisement

Sebelum bertransaksi, keduanya terlibat perbincangan seputar rencana pemindahan Pasar Ayam Semanggi ke luar Solo. “Wah, kalau saya enggak setuju. Kalau sampai ke Gondangrejo atau daerah ring road utara ya jadi jauh,” kata Suhito yang berasal dari Bekonang, Sukoharjo.

Suhito berharap Pemkot Solo memperbaiki secara total Pasar Ayam Semanggi. Salah satunya terkait infrastruktur pembuangan limbah.

“Pasar ini kan usianya sudah puluhan tahun. Kalau bisa diperbaiki, dibuatkan pembuangan limbah yang layak. Masalah di sini kan hanya satu, polusi bau.”

Sama halnya yang disampaikan Said. Dari Karanganyar, wilayah Gondangrejo mungkin tidak terlalu jauh. “Tapi saya jualannya ke Sukoharjo. Kalau kulakan dulu ke Gondangrejo jelas kejauhan.”

Advertisement

Beda pedagang, tentu beda keinginan. Nono, seorang pedagang asal Kebalen sepakat dengan wacana relokasi Pasar Ayam dari wilayah Semanggi. Menurut Nono, kawasan Silir sudah sangat tidak sehat. Pemicunya, saluran limbah atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang sudah tidak berfungsi. Selokan atau saluran air di dalam pasar pun tak berfungsi.

“Silakan kalau bisa diperbaiki. Tapi bagi saya, lebih baik memang dipindah, dibuatkan infrastruktur yang bagus, agar pasar ayam lebih sehat, tidak menimbulkan polusi bau semacam ini,” ujar Nono.

Nono sudah puluhan tahun berjualan ayam di Pasar Ayam Semanggi. Sebagian besar keluarganya mengais rezeki di sana. “Keluarga saya yang berjualan ayam di sini ada 11 orang. Misalnya, adik saya sehari bisa jual 600 ekor ayam. Kalau saya enggak tentu, hari ini hanya bawa 60 ekor ayam,” tutur Nono.

Pasar Ayam Semanggi adalah salah satu pusat ekonomi Solo sentra jual beli ayam dan binatang ternak lainnya salah satunya kambing. Berdasarkan data di Kantor Pengelola Pasar Ayam Semanggi, di pasar yang bersebelahan dengan Pasar Klithikan Notoharjo itu ada 27 kios rumah potong hewan, 316 petak los, 102 pedagang oprokan dan pelataran, serta 20 pedagang kuliner. Luas Pasar Ayam Semanggi mencapai 11.220 meter persegi.

Advertisement

Kesibukan di Pasar Ayam Semanggi dimulai sekitar pukul 03.00 WIB dengan mulai beroperasinya kios RPH. “Kalau untuk pedagang biasanya mulai ramai pukul 06.00 WIB sampai sore. Mereka menunggu truk ekspedisi datang dan mengambil ayam untuk dikirim ke Jakarta,” kata Staf Bagian Administrasi Kantor Pengelola Pasar Ayam Semanggi, J. Suraji.

Suraji yang setiap harinya bertugas menarik retribusi dari pedagang menyebut Pasar Ayam Semanggi mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Solo. Setiap harinya, dia menghimpun retribusi rata-rata Rp718.100.

Per November tahun ini, pendapatannya sudah mencapai Rp246.811.000. “Ditambah retribusi bulan ini sekitar Rp22 juta. Jadi cukup besar, kalau pasar ini pindah ke luar Solo, tentu potensi ini akan hilang dan menjadi pendapatan untuk daerah tujuan,” kata dia.

Transaksi di Pasar Ayam Semanggi juga cukup besar. Dalam sehari, sedikitnya 8.000 ekor diperjualbelikan di pasar itu. Jika satu ekor ayam harganya Rp40.000 hingga Rp50.000, maka nilai transaksinya bisa mencapai Rp320 juta hingga Rp400 juta.

Advertisement

Ditambah transaksi kambing, jika sehari rata-rata ada 300 ekor kambing yang diperjualbelikan di Silir dengan harga sekitar Rp1,5 juta/ekor, maka perputaran uangnya bisa mencapai Rp450 juta. “Itu baru perhitungan minimal. Artinya, perputaran uang di sini sehari bisa mencapai Rp1 miliar.”

Menurut Suraji tingginya nilai transaksi di Pasar Silir berbanding terbalik dengan kondisi infrastruktur khususnya saluran air dan saluran limbah. “Saluran air dan limbah di sini pampat semua. Kalau hujan, air dari jalan masuk semua ke pasar,” ujar Suraji.

Soal limbah yang menimbulkan polusi bau bahkan sampai radius 100 meter, Suraji pun tak memungkiri. Bau limbah dan kotoran ayam bisa tercium bahkan dari dalam Pasar Klithikan. Dengan kondisi pasar seperti itu, Suraji menceritakan pedagang Pasar Ayam rutin mengadakan gotong-royong membersihkan pasar dari limbah kotoran.

“Jadi kotoran ayam di sini ya jadi satu dengan pakan ayam, sampah plastik, bahkan sampah yang lainnya. Kalau bersih-bersih begitu ya, bau di tangan itu sampai tiga hari mungkin belum hilang.”

Usia Pasar Ayam Semanggi memang sudah cukup tua. “Kalau tidak salah ini dibangun tahun 1978. Jadi memang sudah saatnya ada perbaikan, terutama infrastruktur. Kalau mau dipindah, ya mangga saja kami ikut kebijakan Pak Wali [Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo].”

Sementara itu, Bupati Karanganyar, Juliyatmono, belum berkenan memberikan pernyataan perihal rencana Pemkot Solo memindahkan Pasar Ayam ke wilayahnya. Yuli, sapaan akrab Juliyatmono, hanya menjawab akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak terkait.

Advertisement

“Saya tak koordinasi dulu,” jawab Yuli saat ditanya tentang rencana itu melalui pesan Whatsapp, Rabu.

Tetapi, Yuli belum memberikan pernyataan lebih lanjut apakah koordinasi yang dimaksud itu adalah dengan Wali Kota Solo atau koordinasi internal. Di sisi lain, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Karanganyar, Sumarno, menuturkan belum ada informasi perihal rencana itu.

Menurutnya, rencana itu harus melibatkan dua pimpinan. “Obrolan dua pimpinan dulu. Kalau kami kan hanya melaksanakan perintah pimpinan. Sejauh ini sih belum ada obrolan seperti itu,” tutur Sumarno saat dihubungi Solopos.com, Rabu.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif