Jogja
Jumat, 22 Desember 2017 - 16:10 WIB

UN Esai Terlalu Dipaksakan

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi JIBI/Harian Jogja/Antara

Siswa mengeluh UN matematika gunakan esai.

Harianjogja.com, BANTUL–Siswa kelas 12 SMA di Bantul mengeluhkan rencana penerapan soal esai dalam ujian matematika pada ujian nasional (UN) 2018.

Advertisement

Seorang siswa kelas 12 di SMA Negeri 1 Pajangan Bantul Novahaldi Krisna Syahputra menuturkan, ihwal keluhan teman-temannya. Dia mengatakan kebanyakan siswa ketakutan akan kehabisan waktu untuk mengerjakan soal karena kesusahan memasukkan simbol-simbol. “Waktunya hanya 120 menit, soalnya lima sampai 10 butir,” kata Krisna, Jumat (22/12/2017).

Selain itu Krisna mengaku guru-guru di sekolahnya belum mengetahui tipe dan kapasitas soal yang akan digunakan untuk simulasi UN matematika esai. Oleh karena itu, SMA Negeri 1 Pajangan belum melaksanakan simulasi UN matematika esai. Dia berharap sekolah segera menyelenggarakan simulasi rutin.

Pakar Pendidikan Darmaningtyas mengatakan, kebijakan UN yang berganti-ganti sangat menyusahkan sekolah, siswa, dan juga orang tua. Seharusnya sekolah menjadi satu-satunya penentu apakah siswanya akan mengikuti UN matematika esai sedangkan Dinas Pendidikan tidak perlu ikut campur. Menurutnya hanya sekolah yang bisa menentukan kapasitas siswa dan kemampuan infrastrukturnya.

Advertisement

“Tidak semua sekolah punya kapasitas untuk itu [UN matematika esai]. Sekolah tidak punya komputer misalnya, nanti lagi-lagi orang tua yang subsidi. Semua repot,” ujar Darmaningtyas.

Menurutnya kebijakan ideal dari Dinas Pendidikan seharusnya tidak memaksakan peraturan ke semua sekolah. Dia menambahkan, UN matematika esai boleh saja dilakukan, itu artinya warga Kota Jogja terbuka pada teknologi. Namun seharusnya ada sekolah yang dibiarkan melaksanakan ujian matematika dengan kertas biasa. Jika berbeda metode, menurutnya standar kesulitan soal bukan merupakan suatu masalah.

“Esai kalau berupa tulisan, tidak apa-apa. Itu kan untuk menunjukkan sistem berpikir logis, sistematis, kritis. Kalau simbol buat apa? Menyusahkan,” ujar dia.

Advertisement

Lebih lanjut ia memberi masukan kepada Dinas Pendidikan agar memikirkan kebijakan tersebut lebih matang. Dia juga berpesan kepada pejabat Dinas Pendidikan agar jangan pernah malu untuk merevisi kebijakan selama belum terlambat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif