Jateng
Jumat, 22 Desember 2017 - 12:50 WIB

PROSTITUSI SEMARANG : 621 PSK Berpotensi Berkeliaran di Jalanan Semarang

Redaksi Solopos.com  /  Imam Yuda Saputra  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pekerja seks komersial (PSK) Sunan Kuning tengah menjalani praktik tata boga di Balai RW 004 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kota Semarang, Rabu (20/12/2017). (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Prostitusi di Kota Semarang, para pelakunya berpotensi berkeliaran di jalanan.

Semarangpos.com, SEMARANG – Sekitar 621 pekerja seks komersial (PSK) berpotensi berkeliaran di jalanan di Kota Semarang pada 2019 nanti. Kondisi itu terjadi jika pemerintah jadi menutup dua resosialisasi PSK di Kota Semarang guna menyukseskan program Indonesia Bebas Prostitusi 2019.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Ketua Lentera Asa, Ari Istiadi, saat dijumpai Semarangpos.com di kantornya Jl. Sri Kuncoro, Kalibanteng Kulon, Semarang, Rabu (20/12/2017). Ari membenarkan jika saat ini para PSK yang ada di dua tempat prostitusi di Semarang, Sunan Kuning dan Gambilangu, telah diberi kemampuan berwirausaha. Namun,hal itu bukanlah jaminan mereka tidak akan kembali menggeluti profesi sebagai PSK jika situasi ekonomi mendesak.

“Namanya kebutuhan perut, siapa yang bisa menjamin? Kalau ternyata setelah dari SK mereka masih masih melakukan praktik prostitusi bagaimana? Bukankah mereka justru akan berkeliaran di jalanan,” ujar Ari.

Advertisement

“Namanya kebutuhan perut, siapa yang bisa menjamin? Kalau ternyata setelah dari SK mereka masih masih melakukan praktik prostitusi bagaimana? Bukankah mereka justru akan berkeliaran di jalanan,” ujar Ari.

Ari menyebutkan fenomena PSK turun ke jalan sebenarnya saat ini sudah terjadi di Kota Semarang. Banyak praktik prostitusi yang tidak terpantau pemerintah kerap terjadi di beberapa lokasi, seperti Jl. Imam Bonjol, Tanggul Indah (TI), dan lain-lain.

Praktik prostitusi yang tidak terpantau atau disebut wanita (WPS) tidak langsung (TL) itulah yang rawan menjadi tempat penularan HIV/AIDS. Dari data yang diperoleh Semarangpos.com dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Semarang, hingga 2017 penderita HIV/AIDS yang ditemukan di Kota Semarang mencapai 4.481 orang dan hanya sekitar 2% yang ditemukan di Sunan Kuning maupun Gambilangu.

Advertisement

“Kalau tidak terpantau kan justru sulit mengawasi mereka [PSK]. Beda dengan sekarang, dari kami sebagai LSM [lembaga swadaya masyarakat] maupun pemerintah bisa mengawasi penularan HIV/AIDS dari para PSK. Caranya ya melalui visitasi pemeriksaan kesehatan secara rutin,” terang Ari.

Ari menambahkan tak hanya menjadi sulit mengawasi PSK jika tempat prostitusi jadi ditutup. Dengan berkeliarannya PSK di jalanan juga akan merusak keindahan dan kenyamanan kota.

Kondisi semacam itu sebenarnya pernah terjadi di Kota Semarang saat reformasi tahun 1998 lalu. Saat itu, Sunan Kuning yang menjadi pusat prostitusi di Semarang ditutup hingga membuat para penghuninya berkeliaran di beberapa kawasan perkotaan, seperti Simpang Lima.

Advertisement

“Dulu malah di Simpang Lima itu dikenal sebagai gudangnya ciblek [sebutan bagi PSK]. Nah, apa mau kondisi seperti itu terjadi lagi,” tutur Ari.

Ari menyebutkan saat ini ada sekitar 621 PSK yang menggantungkan mata pencariannya di dua tempat prostitusi di Semarang, di mana 487 orang di antaranya berada di Sunan Kuning dan sisanya di Gambilangu. Mereka tidak hanya mencari uang dengan menjadi PSK, tapi juga pemandu karaoke (PK).

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif