Soloraya
Rabu, 20 Desember 2017 - 22:15 WIB

Mitos Watu Dukun di Tengah Rencana Revitalisasi Pasar Kota Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua KPPKS Sragen Mario duduk menunjukkan dua batu besar yang dipercaya sebagai punden Watu Dukun di dalam Pasar Kota Sragen, Rabu (20/12/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Dua batu  besar di tengah Pasar Kota Sragen dianggap sebagai cikal bakal pasar tersebut.

Solopos.com, SRAGEN — Hiruk pikuk suara pedagang dan pembeli di Pasar Kota Sragen riuh terdengar. Meski suasana panas dan pengap, para pedagang masih riuh menjajakan dagangan.

Advertisement

Pasar di Jl. Raya Sukowati Sragen itu hanya berjarak kurang dari 300 meter dari Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen. Jalan masuk pasar masih berupa cor. Saat hujan deras mengguyur, jalan itu menjadi becek karena bekas endapan genangan air hujan. (Baca: Direvitalisasi, Pasar Kota Sragen bakal Saingi Pasar Klewer Solo)

Kondisi pasar yang tidak layak untuk berjualan membuat Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati terketuk hati. Beberapa waktu lalu, Bupati melihat kondisi pasar itu dengan mata kepalanya sendiri.

Pasar yang menampung 1.220 pedagang itu bakal direvitalisasi dengan dana Rp200 miliar. Di tengah rencana pembangunan itu, para pengurus Kerukunan Pedagang dalam Pasar Kota Sragen (KPPKS) berpikir tentang dua batu besar di tengah pasar.

Advertisement

Konon, dua batu itu menjadi semacam punden atau cikal bakar pasar atau dipercaya sebagai tempat penunggu pasar. “Terlepas ini mitos atau bukan, yang jelas penghuni dua batu besar itu tidak mau dipindah dan akses sepanjang 30 meter di bagian belakang dan depan pun dipertahankan atau justru diperlebar. Dua batu itu dikenal dengan sebutan Watu Dukun atau Mbah Eyang,” ujar Ratman Doyok, 50, yang juga Sekretaris KPPKS, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (20/12/2017). (Baca: Datangi DPRD, Pedagang Minta Pasar Kota Sragen Dibangun Modern)

Dua batu itu masing-masing berukuran 1 meter x 1,4 meter dan 80 cm x 1,3 meter. Di bagian atas batu itu ada tumpukan bunga mawar yang sudah mengering. Dua batu itu dikelilingi pagar besi dan ditutupi kain warna putih.

Ada satu pintu di bagian selatan berukuran tinggi 1 meter dan lebar 50 sentimeter dari anyaman bambu. Dua batu itu terletak di antara dua los pakaian dan di antara gang ketiga dan keempat arah barat dari pintu utama Pasar Kota Sragen sebelah selatan.

Advertisement

“Dari cerita ibu saya, waktu pasar ini dibangun, dua batu itu sempat dipindah ke Pasar Cilik [sekarang seputaran Taman Kridoanggo]. Tahu-tahu dua batu itu kembali ke tempatnya semula. Tempat ini dulu ramai juga terutama pada setiap Jumat Pahing selalu ada pertunjukan reog. Sekarang sudah tidak lagi tetapi pada setiap Jumat Pahing masih banyak warga dari luar kota yang berdoa di Watu Dukun itu,” ujar Ngatini, 48, pedagang pakaian di samping timur punden Watu Dukun.

Warga dari Purwodadi, Surabaya, dan daerah lain datang berkaitan dengan perdagangan, orang sakit, dan seterusnya. Namun jarang ada pedagang di dalam Pasar Kota yang mencari berkah di punden itu.

Pedagang tetap mengeramatkan dua batu besar itu. Bahkan masih ada satu los di depan punden yang kosong pun tak berani digunakan untuk berjualan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif