News
Sabtu, 9 Desember 2017 - 20:45 WIB

Yerusalem Ibukota Israel, Muslim Amerika Serikat Salat di Depan Gedung Putih

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ratusan muslim AS salat di depan Gedung Putih, Washington, AS, Jumat (8/12/2017). (Straitstimes.com)

Muslim AS salat di depan Gedung Putih sebagai wujud protes soal Yerusalem.

Solopos.com, WASHINGTON – Ratusan muslim Amerika Serikat melaksanakan salat berjemaah di depan Gedung Putih, Washington, Jumat (8/12/2017). Mereka sengaja menunaikan salat Jumat di sana sebagai bentuk protes atas keputusan Presiden Donald Trump yang telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Advertisement

Seusai beribadah, jemaah menggelar unjuk rasa menentang keputusan Donald Trump soal status Kota Yerusalem. Mereka menilai Donald Trump tidak memiliki hak atas tanah Yerusalem dan Palestina. “Trump tidak punya hak atas tanah Yerusalem dan Palestina. Dia hanya memiliki Trump Tower yang bisa diberikan kepada orang Israel,” kata Direktur Eksekutif Dewan Hubungan Islam-Amerika Serikat (CAIR), Nihad Awad, seperti dilansir The Straits Times, Sabtu (9/12/2017).

Menurut Nihad Awad, Donald Trump semestinya mendahulukan kepentingan Amerika Serikat, bukan negara lain. Dia berorasi di depan jemaah yang mengenakan syal berwarna bendera Palestina. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan kecaman atas pendudukan Israel di Yerusalem Timur dan tepi barat.

Seorang pengunjuk rasa lainnya, Zaid Al Harasheh, mengatakan, keputusan Donald Trump soal Yerusalem justru memicu kekacauan. Pada hari yang sama, terjadi bentrokan antara warga Palestina dan aparat keamanan Israel di tepi barat dan Jalur Gaza. Akibat bentrokan itu, dua orang dilaporkan tewas dan puluhan lainnya luka-luka.

Advertisement

Sebagai informasi, Israel telah merebut Yerusalem Timur dari tangan Yordania pada 1967. Sejak saat itu, Israel mengklaim wilayah itu sebagai bagian negaranya. Namun, sampai saat ini hal tersebut tidak diakui oleh masyarakat dunia. Tapi, pada Rabu (6/12/2017), Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengumuman ini sekaligus menandai pemindahan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Pengumuman itu tentu saja membuat banyak pihak geram. Mereka menilai langkah itu membuat konflik antara Israel dan Palestina makin rumit. Padahal, Donald Trump telah berjanji menjadi perantara perdamaian kedua negara tersebut. Sayang, dia dianggap membuat masalah baru sebelum perdamaian itu terjadi.

 

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif