News
Jumat, 8 Desember 2017 - 15:07 WIB

Tanpa Ganjar Pranowo, Pilkada Jateng Dikuasai Budi Waseso?

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala BNN, Budi Waseso, menunjukkan pil PCC siap edar di pabrik pembuatan pil PCC di Jl. Halmahera No. 27, Kota Semarang, Senin (4/12/2017). (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Pilkada Jateng diprediksi akan dikuasai Budi Waseso dan Ferry Juliantono jika tanpa Ganjar Pranowo.

Solopos.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah, memproyeksikan Pilkada Jateng akan diwarnai pertarungan sengit antara empat bakal calon. Hal ini terjadi apabila Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak mencalonkan diri sebagai cagub untuk kali kedua.

Advertisement

“Setidaknya empat calon potensial yang sudah mulai rajin bergerilya, mereka adalah Ferry Juliantono dari Gerindra, Budi Waseso, yang akhir-akhir mulai terdengar akan diusung PDIP, Sudirman Said dari Gerindra, dan Marwan Jafar dari PKB,” kata Toto dalam siaran pers, Kamis (7/12/2017).

Berdasarkan hasil survei baru LSI Denny JA, dari empat calon tersebut yang paling tinggi elektabilitasnya yaitu Budi dan Ferry.

Advertisement

Berdasarkan hasil survei baru LSI Denny JA, dari empat calon tersebut yang paling tinggi elektabilitasnya yaitu Budi dan Ferry.

“Dalam simulasi head to head, Budi dipepet tipis oleh Ferry, selisih 1% saja. Budi [Buwas] 12% dan Ferry 11%. Secara statistik, posisi elektabilitas yang tipis dalam margin of error seperti itu cukup sulit untuk bisa disebut siapa pemenang atau siapa yang lebih unggul,” ujarnya.

Adapun kandidat lainnya, Sudirman Said dan Marwan Jafar, sebenarnya punya potensi yang sama untuk menyusul. Terlebih, jika merujuk pada tingkat pengenalan keempat calon tersebut yang masih rendah.

Advertisement

“Budi misalnya, baru dikenal tak lebih dari 27% saja. Baik Budi maupun Ferry sama-sama memiliki tingkat kepuasaan yang cukup tinggi, khususnya Ferry 70%. Terburuk dan berbahaya itu jika tingkat pengenalannya tinggi misalnya 90%, tapi kesukaan masyarakat rendah,” tuturnya.

Menurut dia, calon yang populer tapi tidak disukai biasanya kecil kemungkinan untuk terpilih. Oleh karena itu, lebih baik calon dengan tingkat pengenalan rendah, tapi kesukaan masyarakat tinggi yang mencapai 70% ke atas.

Calon yang seperti itu, kata dia, biasa disebut “barang bagus” tapi belum pernah dipasarkan dengan baik. Itulah yang terjadi dengan Budi dan Ferry.

Advertisement

Jika Buwas dan Ferry bisa menaikkan pengenalannya hingga 70% dalam satu atau dua bulan ke depan, keduanya diperkirakan memiliki potensi menembus angka elektabilitas 25% sampai 30%.

Apalagi, jika pengenalannya tembus di angka 90%, bisa jadi elektabilitas keduanya naik sekitar 40% ke atas. Di sisi lain, berbeda dengan Ganjar Pranowo yang sudah aman dan nyaris berbanding lurus antara tingkat pengenalannya yaitu 95% dengan tingkat kesukaannya 90%.

Toto menilai wajar jika elektabilitas Ganjar sudah di atas 50% dalam berbagai simulasi dan menjadi pekerjaan rumah besar buat kandidat lainnya (jika Ganjar kembali maju). Kandidat lainnya, selain harus mendongkrak pengenalan dan kesukaan, juga harus membangun citra personal sesuai dengan yang diinginkan mayoritas publik Jawa Tengah.

Advertisement

“Yaitu, sikap dan keperibadian yang ramah, santun, jujur dan merakyat hingga 90%, bebas dari korupsi 93%, sanggup menyelesaikan masalah 90%,” ujarnya.

Menurutnya, apabila image itu mampu diasosiasikan dengan Buwas dan Ferry, maka potensi kesukaan kedua tokoh itu diprediksi semakin naik. Tentu saja hal itu berefek secara elektoral terhadap keterpilihan calon tersebut. “PR besar tersebut, sekali lagi akan lebih ringan, jika Ganjar benar-benar tidak jadi maju atau tak jadi diusung PDIP,” kata Toto.

Dugaan bahwa Ganjar tidak dicalonkan oleh PDIP belakangan terdengar mulai menguat karena berbagai pertimbangan. Salah satunya, Ganjar disebut-sebut dalam proses hukum kasus korupsi e-KTP yang sedang ditangani KPK. Apalagi, Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka.

“Ada kekhawatiran PDIP jika Ganjar yang diusung, lalu di tengah perjalanan menuju ujung pilkada Juni 2018 tiba-tiba ditetapkan tersangka. Sudah tentu, efek dominonya akan berimbas pada rontoknya citra PDIP,” kata Toto.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif