Jogja
Jumat, 8 Desember 2017 - 05:40 WIB

Ini Dia Keuntungan Bisnis Tambang Ilegal di Pesisir Bantul

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi salah satu titik penambangan liar di RT 01 Dusun Karanganyar, Desa Murtigading, Kecamatan Sanden yang telah rusak dan ditinggalkan penambang, Rabu (6/12/2017). (Rheisnayu Cyntara/JIBI/Harian Jogja)

Kerusakan lingkungan terjadi di pesisir Bantul akibat tambang.

Harianjogja.com, BANTUL— Praktik penambangan pasir liar di wilayah RT 01 Dusun Karanganyar, Desa Murtigading telah menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan kendati menguntungkan segelintir penambang.

Advertisement

Penambangan di wilayah ini menyebabkan hilangnya bukit di sisi utara jalur jalan lintas selatan (JJLS), ambrolnya jalan aspal sepanjang kurang lebih 300 meter dan robohnya tiang listrik di beberapa titik.

Melihat kerusakan lingkungan yang makin parah,Rabu (6/12/2017), masyarakat setempat berinisiatif menutup empat titik penambangan liar tersebut.

Penambangan liar tersebut sejatinya sudah terjadi selama puluhan tahun. Kegiatan tak berizin alias ilegal ini menjadi ladang bisnis yang diburu masyarakat.

Advertisement

Salah satu warga sekaligus mantan penambang pasir, Sihono mengatakan, ada dua model yang diterapkan dalam praktik penambangan ini, yakni sistem bagi hasil dan borongan.

Dalam sistem bagi hasil, pemilik lahan tambang bakal mendapatkan bagian sekitar Rp250.000 per truk. Padahal dalam sehari, penambang dapat menghasilkan kira-kira 40-70 truk yang dijual dengan harga Rp600 ribu/truk.

Sedangkan untuk sistem borongan tarifnya bervariasi. Ada yang meminta Rp200 juta untuk satu titik lokasi penambangan yang akan ditambang hingga berbulan-bulan.

Advertisement

“Setelah selesai ya ditinggal begitu saja, seperti lahan ini yang luasnya kira-kira dua hektare. Rusak, tidak ada tanggung jawab apa-apa,” keluhnya, Rabu (6/12/2017).

Menurunya banyak orang yang tergiur dengan bisnis ini karena perputaran uangnya cukup besar. Ia menyebut bagi penambang, mencari pendapatan Rp400.000 hingga Rp500.000 bukan perkara sulit. Sehingga tidak dapat dipungkiri meski telah diingatkan berulang kali, penambang tidak jera. Apalagi hingga kini belum ada hukuman tegas bagi mereka. “Sudah pernah ditutup tapi sering kumat [menambang lagi],” imbuhnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif