Jogja
Kamis, 7 Desember 2017 - 11:40 WIB

Ratusan Miliar Dana Ganti Rugi Lahan Bandara Belum Dicairkan

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Massa WTT melakukan aksi menuntut pembatalan konsinyasi di depan Pengadilan Negeri Wates pada Kamis(2/3/2017). (Sekar Langit Nariswari/JIBI/Harian Jogja)

Sebanyak 213 perkara konsinyasi rampung.

Harianjogja.com, KULONPROGO–Sebanyak 213 perkara dari total 250 perkara konsinyasi pembebasan lahan pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA), yang didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Wates, telah rampung diputus hakim. Dalam satu perkara yang didaftarkan, bisa mencakup lebih dari satu bidang lahan.

Advertisement

Pengadilan Negeri (PN) Wates mencatat, hingga 30 November 2017, dari jumlah perkara yang telah menjalani putusan itu, ada 29 perkara yang dicabut oleh PT Angkasa Pura I karena berbagai faktor, 75 perkara telah dicairkan dana konsinyasinya. Selain itu ada 14 perkara sedang dalam persiapan sidang, 13 perkara dalam tahap penawaran, delegasi. Sebanyak 10 perkara masuk dalam tahap perbaikan dan pelengkapan data.

Hubungan Masyarakat PN Wates, Nur Kholida Dwiwati menuturkan, masih ada 37 perkara yang belum selesai dilakukan proses konsinyasinya. PN tidak dapat memisahkan atau membedakan perkara yang merupakan milik warga pendukung pembangunan NYIA atau penolak NYIA. Prinsipnya, PN hanya memproses perkara yang didaftarkan oleh PT Angkasa Pura I (Persero).

Kholida menambahkan, selepas diputus dalam sidang, bidang lahan terkonsinyasi secara otomatis menjadi hak milik negara, dan bisa dikuasakan kepada pemohonnya [dalam hal ini PT AP I menjadi pihak pemohon dan calon pengguna lahan tersebut]. Hal itu mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.2/2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Rugi di PN, Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Di dalam Perma diatur secara tegas, konsinyasi tidak dapat dipengaruhi oleh penolakan atau penerimaan warga, atas pembebasan lahan. Artinya, ketika warga menolak tanahnya dibebaskan dan menolak penawaran konsinyai, maka pihak PN akan membuat berita acara penolakan.

Advertisement

“Setelah itu proses dilanjutkan dengan sidang penetapan konsinyasi,” ujarnya, Rabu (6/12/2017).

Pada tahap ini, dilakukan pula upaya melengkapi berkas persyaratan konsinyasi, seperti dokumen Izin Penetapan Lokasi, penilaian dari appraisal, alas hak berupa Sertifikat Hak Milik maupun Letter C [baik dokumen asli maupun berupa salinan]. Nantinya dokumen-dokumen ini akan dilengkapi pula, dengan salinan alas hak atas bidang lahan termohon yang dimiliki Badan Pertanahan Nasional. Sehingga walaupun pemilik lahan menolak dikonsinyasi, sidang penetapan konsinyasi itu terus berjalan.

“Yang penting sudah dilakukan penawaran kepada yang bersangkutan. Setelah berkas perkara diputus hakim, lahan itu selanjutnya berubah status jadi hak milik negara,” jelasnya.

Advertisement

Dalam hal ini, PN juga tidak bisa menjamin jangka waktu proses sidang berjalan hingga diputus. Karena, dipengaruhi pula dengan apa yang dilakukan oleh PT AP I selaku pihak pemohon konsinyasi, yang seharusnya aktif mengajukan registrasi perkara, dan kelengkapan persyaratan sidang konsinyasi.

Dalam data yang dimiliki PN, sudah ada Rp81,29 miliar pencairan ganti rugi. Sehingga total saldo dana ganti rugi lahan terkonsinyasi, yang masih ‘dititipkan di bank saat ini disebutnya mencapai Rp800,50 miliar, termasuk ganti rugi lahan Paku Alam Ground (PAG) senilai sekitar Rp701,512 miliar. Sebelumnya, nilai total dana yang dititipkan AP I ke PN Wates mencapai Rp881,79 miliar.

Manajer Proyek NYIA PT AP I, Sujiastono mengatakan, jika perkara konsinyasi yang masih berjalan saat ini bisa segera selesai diputus pengadilan, pihaknya akan langsung mengosongkan lahan tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif