Soloraya
Jumat, 1 Desember 2017 - 13:30 WIB

Pengakuan Paimin, Mantan Teroris yang Kini Jadi Alat Tangkal Radikalisme

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Paimin, 36, (tiga dari kanan) menjadi narasumber dalam talkshow bertema Menangkal Radikalisme dan Terorisme di Mapolres Sragen, Kamis (30/11/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Paimin bergabung dengan kelompoknya selama delapan bulan sejak bertemu di sebuah toko buku pada 2010 silam.

Solopos.com, SRAGEN – Paimin, 36, duduk di sofa hitam berdampingan dengan Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman. Ia mengenakan kemeja bergaris warna kombinasi biru, putih, abu-abu, dan merah dan kopyah warna hitam. Paimin, tamatan Kelas IV SD asal Dukuh Maron RT 014/RW 005, Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, sengaja diundang ke Mapolres Sragen sebagai narasumber talkshow bertajuk Menangkal Radikalisme dan Terorisme, Kamis (30/11) lalu.

Advertisement

Paimin merupakan mantan narapidana terorisme yang sempat menjalani hukuman selama 30 bulan. Ia bersama ketujuh temannya ingin balas dendam kepada aparat kepolisian dengan merencanakan penyebaran racun di kantin kepolisian. Ia bergabung dengan kelompoknya selama delapan bulan sejak bertemu di sebuah toko buku pada 2010 silam.

“Saat itu saya tidak memikirkan keluarga. Saya terjerumus dalam kesesatan menjadi anggota teroris. Saya sadar teroris itu salah dan dosa. Saya berbuat seperti itu dulu diyakini sebagai jalan masuk surga. Sekarang saya mengganti kesalahan itu dengan berbakti kepada orang tua, bangsa, dan negara,” ujar Paimin saat berkisah tentang perjalanan hidupnya.

Kisah Paimin itu didengarkan Kapolres, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sragen K.H. Minanul Aziz, tokoh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sragen Fahrudin yang kebetulan menjadi moderator dalam talkshow itu, serta para perwira TNI yang hadir.

Advertisement

Kapolres mengapresiasi pilihan taubat yang dilakukan Paimin. Apa yang dilakukan Paimin diharapkan menjadi pencerah kepada seluruh masyarakat dan bisa menyadarkan kelompok-kelompok yang masih bertahan dengan paham radikal.

“Kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk mencegah agar tidak masuk dalam kelompok teroris?” tanya Kapolres kepada Paimin.

“Selektif dalam mencari kawan. Harus tahu latar belakang pergaulannya. Kita bisa terpengaruh kawan untuk melakukan sesuatu atas dasar kesetiakawanan. Yang saya alami, jihat itu surga. Awal-awalnya hanya sering datang, kemudian memberi bantuan, dan lama-lama seperti keluarga sendiri. Setelah dekat seperti keluarga itulah muncul kesetiakawanan,” kata bapak dari empat anak itu.

Advertisement

Sebelum masuk kelompok teroris, Paimin merantau ke Jakarta untuk jualan mi ayam. Sebagai pedagang kaki lima (PKL), Paimin direkrut untuk meracik racun bersama temannya. Tetapi belum sempat rencana peracunan dilakukan, Paimin dan teman-temannya sudah dibekuk tim Densus 88.

Dalam pertemuan itu, ada pertanyaan mengejutkan dari K.H. Minanul Aziz. “Teroris itu apa? Pak Paimin tahu tidak?” katanya.

“Teroris itu mujahid yang berperang di jalan Allah,” jawab Paimin singkat.

Pemahaman Paimin itulah yang diluruskan Minanul. Ia menjelaskan teroris itu orang yang menggunakan kekerasan atau cara apa pun untuk menimbulkan ketakutan di masyarakat. Ia menyatakan terorisme itu bagian dari radikalisme. “Terorisme itu merugikan orang lain dan berbahaya. Rasulullah bersabda barang siapa menghunuskan senjata tajam ke orang lain maka malaikat mengutuknya,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif