News
Rabu, 29 November 2017 - 23:00 WIB

Penggerebekan Beras Maknyuss, Ombudsman Anggap Kementan Bandel & Maladministrasi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kapolri Jenderal Tito Karnavian, bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Ketua Komisi KPPU Syarkawi Rauf, dan Sekjen Kemendag Karyanto (kanan), menunjukkan karung berisi beras yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk saat penggerebekan gudang beras di PT Indo Beras Unggul, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Kamis (20/7/2017) malam. (JIBI/Solopos/Antara/Risky Andrianto)

Penggerebekan gudang beras Maknyuss PT IBU beberapa waktu lalu dinilai ombudsman diwarnai maladministrasi.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian dinilai belum menunjukkan niat baik untuk menerima usulan korektif dari Ombudsman terkait dugaan maladministrasi penyampaian data penelitian saat penggrebekan PT Indo Beras Unggul.

Advertisement

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Alamsyah Saragih mengatakan hingga sepekan setelah penyampaian usulan korektif pada 21 November 2017, Kementerian Pertanian belum juga mengambil dokumen usulan tersebut.

“Karena itu, hari ini, kami akan kirimkan dokumen tindakan korektif ke Kementerian Pertanian. Kementerian itu diberi waktu 30 hari untuk menindaklanjuti usulan korektif. Jika tidak akan kami naikkan menjadi rekomendasi yang disertai temuan serta fakta-fakta baru,” ujarnya, Rabu (29/11/2017).

Advertisement

“Karena itu, hari ini, kami akan kirimkan dokumen tindakan korektif ke Kementerian Pertanian. Kementerian itu diberi waktu 30 hari untuk menindaklanjuti usulan korektif. Jika tidak akan kami naikkan menjadi rekomendasi yang disertai temuan serta fakta-fakta baru,” ujarnya, Rabu (29/11/2017).

Menurutnya, sejak awal, Menteri Pertanian Amran Sulaiman juga tidak memanfaatkan ruang konfirmasi yang disediakan oleh ORI karena tidak pernah memenuhi panggilan lembaga pengawas eksternal tersebut.

Menteri Pertanian dianggap melakukan maladministrasi yang berkaitan dengan pemberian informasi yang tidak akurat mengenai data perberasan termasuk kepada aparat penegak hukum. Saat penggrebekan dugaan pelanggaran perniagaan beras yang dilakukan oleh PT IBU, Kementerian Pertanian memberikan informasi mengenai kerugian raturan miliar terkait kegiatan usaha PT IBU tersebut.

Advertisement

Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Pertanian, data kerugian tersebut merupakan data penelitian. Tetapi ORI masih mempertanyakan kelayakan agregrasi dalam penelitian itu untuk menghitung kerugian ekonomi hingga triliunan rupiah sebagaimana telah diungkapkan ke publik.

“Dugaan maladminsitrasi yakni Kementerian Pertanian tidak menjalankan prosedur berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik sebelum mempublikasikan data tersebut,” tuturnya.

Karena itu, dalam LAHP, khususnya mengenai tindakan korektif, pihaknya menyarankan Kementerian Pertanian selalu berkonsultasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait metodologi suatu penelitian sebelum dipublikasikan.

Advertisement

“Dalam UU statistik, semua kementerian dan lembaga yang ingin mengungkap data makro harus koordinasi ke BPS dan dalam kasus ini belum dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sehingga tidak terjadi kesimpangsiurang informasi ke publik,” lanjutnya.

Dugaan maladministrasi lainnya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian terletak pada lemahnya fungsi pengawasan dari lembaga itu pascamenerbitkan izin edar PT IBU. Jika pengawasan tersebut dilakukan secara kontinyu menurutnya, kasus hukum terkait perniagaan beras itu tidak akan terjadi sehingga berujung pada penggrebekan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.

“Itu yang mestinya diawasi oleh Kementan sebagai lembaga yang mengeluarkan izin edar, bekerja sama dengan Pemda, tetapi dalam waktu beberapa lama tidak diawasi, saat kejadian penggrebekan barulah diungkap. Menurut kami ini kelalaian pemerintah,” pungkasnya.

Advertisement

Dugaan pelanggaran maladminsitrasi lainnya yakni Ditjen Tanaman Pangan telah mempublikasikan Draft Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 47/2017. Beleid itu merupakan revisi Permendag No.27/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.

Permendag yang disusun tanpa proses sosialisasi dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan ini, menurut Alamsyah belum sempat diundangkan dan telah ditarik oleh kementerian Pertanian. Namun justru draft regulasi itu dipublikasikan oleh Kementerian Pertanian sehingga melahirkan kesimpangsiuran di tengah pelaku usaha perberasan.

Selain Kementerian Pertanian, beberapa lembaga yang turut menerima usulan koreksi terkait persoalan tata niaga beras yakni Kementerian Perdagangan, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, dan Kepolisian, yang telah menunjukkan komitmen menjalankan tindakan korektif tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif