Soloraya
Sabtu, 25 November 2017 - 16:30 WIB

Keterlibatan Perempuan di BPD dan Keuangan Desa di Klaten Dinilai Minim

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi gender (Dok/JIBI/Solopos)

Pemkab Klaten diminta membuat regulasi yang ramah terhadap perempuan.

Solopos.com, KLATEN – Konsorsium pemberdayaan kelompok marginal desa mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten untuk membuat regulasi terkait Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan keuangan desa ramah terhadap kaum marginal.

Advertisement

Konsorsium pemberdayaan kelompok marginal desa terdiri dari enam lembaga yakni DFAT melalui program kolaborasi masyarakat dan pelayanan untuk kesejahteraan (Kompak), Institue for Research and Empowerment (IRE), Lakpesdam PBNU, KPI, PSPK UGM, CCES, dan Mitra Wacana.

Peneliti dari IRE Yogyakarta, Dian Mariana, mengatakan belum lama ini penelitian dilakukan terhadap dua regulasi yang ada di Klaten tersebut. “Kami sebenarnya hanya fokus pada menganalisa regulasi. Untuk memperkuat rekomendasi, kami turun ke dua desa yakni Desa Krakitan dan Tawangrejo [Kecamatan Bayat],” katanya saat ditemui seusai focus group discussion (FGD) di Bappeda Klaten, Jumat (24/11/2017).

Dian menilai Perda tentang BPD masih lemah dari sisi keterwakilan perempuan. Dalam perda, tidak ada jaminan bagi perempuan menjadi anggota BPD.

Advertisement

“Dalam Permendagri No. 110/2016 tentang BPD mewajibkan minimal ada satu perempuan dalam keanggotaan BPD. Ini catatan penting untuk perbaikan perda agar lebih inklusi, ada afirmasi terhadap perempuan. Selama ini mereka seringkali tidak banyak didengar,” katanya.

Sementara, dalam Perbup tentang Keuangan Desa ia mendorong agar ada alokasi anggaran kepada kelompok marginal di desa seperti keluarga miskin, perempuan janda, serta kelompok difabel.

“Mereka mendapat alokasi yang cukup hingga memiliki sumber penghasilan di desa. Jadi tidak harus dalam bentuk uang namun bisa memberik akses mereka terhadap pengelolaan sumber daya atau aset di desa,” urai dia.

Advertisement

Disinggung selama ini perempuan cenderung enggan menjadi anggota BPD, Dian mengatakan semestinya dari sisi regulasi ada kewajiban untuk menghadirikan sosok perempuan dalam keanggotaan BPD.

“Bagaimana bisa tampil kalau yang diundang ketua RT, ketua RW, ketua lembaga pemasyarakatan, tokoh agama yang isinya mayoritas laki-laki. Dalam penyelenggaraan pertemuan biasanya digelar saat malam. Sehingga minim sekali perempuan bisa hadir. Harapannya kalau regulasinya sudah mewajibkan, mau tidak mau desa menghadirkan perempuan dalam pertemuan membentuk BPD,” katanya.

Kasubag Bantuan Hukum dan HAM Bagian Hukum Setda Klaten, Anggara Benny Kusumastanto, mengatakan keterwakilan perempuan dalam keanggotaan BPD sudah diatur dalam perda. Hanya, selama ini kaum perempuan di desa enggan mencalonkan atau tak terpilih saat proses pemilihan anggota BPD.

“Untuk keterwakilan perempuan sebesar 30 persen itu BPD sudah memberikan kesempatan seluas-luasnya. Namun, ada dari perempuan yang memang tidak ingin menjadi anggota BPD. Ada juga yang tidak terpilih saat mereka mengajukan diri,” kata Benny yang juga anggota BPD Desa Tanjungan, Kecamatan Wedi.

Advertisement
Kata Kunci : Pemkab Klaten
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif