News
Sabtu, 25 November 2017 - 06:35 WIB

Investasi Rp2 Triliun Masuk Soloraya, Sragen Paling Diminati

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Berbagai stan potensi investasi bisnis di Jawa Tengah dipamerkan dalam Central Java Business Expo 2017 di Solo Paragon Lifestyle Mall, Solo, Kamis (23/11/2017). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

Investasi senilai Rp2 triliun masuk ke wilayah Soloraya dengan Sragen sebagai daerah paling diminati investor.

Solopos.com, SOLO — Delapan perusahaan dengan total nilai investasi Rp2 triliun tertarik berinvestasi di Soloraya. Dari lima dari tujuan investasi, Sragen menjadi daerah paling diminati investor.

Advertisement

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah (Jateng) mencatat letter of intent (LoI) yang diperoleh pada acara Central Java Investment Business Forum (CJIBF) tahun ini mengalami koreksi dari Rp18,199 triliun menjadi Rp13,731 triliun.

Namun peminat investasi di Soloraya mengalami kenaikan empat kali lipat jika dibandingkan tahun lalu. Data DPMPTSP Jateng menunjukkan LoI di Soloraya pada acara CJIBF 2016 hanya Rp473 miliar tapi tahun ini naik empat kali lipat menjadi Rp2 triliun. (Baca: Sektor Pariwisata Menjadi Primadona Investasi Jateng)

Advertisement

Namun peminat investasi di Soloraya mengalami kenaikan empat kali lipat jika dibandingkan tahun lalu. Data DPMPTSP Jateng menunjukkan LoI di Soloraya pada acara CJIBF 2016 hanya Rp473 miliar tapi tahun ini naik empat kali lipat menjadi Rp2 triliun. (Baca: Sektor Pariwisata Menjadi Primadona Investasi Jateng)

Tahun lalu hanya Sukoharjo, Sragen, dan Solo yang diminati investor. Investasi paling tinggi di Sukoharjo dengan nilai Rp405 miliar di bidang properti dan manufaktur. Sragen hanya Rp65 miliar dan Solo Rp3 miliar.

Tahun ini, daerah tujuan investasi lebih banyak, di antaranya Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, dan Solo. Sektor investasi yang disasar pun lebih beragam, tidak hanya manufaktur dan properti tapi juga pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata.

Advertisement

“Iklim investasi di Soloraya saat ini memang bagus. Beberapa kondisi seperti regulasi tidak terlalu njelimet karena banyak pemda yang menerapkan layanan investasi mudah dan cepat. UMK [upah minimum kabupaten/kota] di Soloraya lebih rendah jika dibandingkan dengan Semarang dan sekitarnya juga menjadi pertimbangan investor masuk [Soloraya],” ungkap Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setiawan, kepada Solopos.com, Jumat (24/11/2017).

Dari sisi kualitas infrastruktur, Soloraya merupakan yang terbaik di Jateng sehingga investor tidak perlu mengeluarkan biaya lebih banyak untuk membangun infrastruktur sendiri, di antaranya listrik yang berlimpah, jalan raya, jalur kereta api (KA), bandara, dan jalan tol.

Menurut dia, masuknya sejumlah investasi di bidang jasa dan pariwisata yang menyasar Soloraya karena industri tersebut mulai bangkit. Meski begitu, dia mengungkapkan manufaktur masih menjadi sektor yang menyumbang paling tinggi dalam meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Hal ini karena penyerapan tenaga kerja menjadi lebih banyak mengingat banyak proses atau rangkaian produksi.

Advertisement

Namun, dia mengatakan secara nasional investasi di sektor manufaktur memang mengalami perlambatan. Apalagi saat ini banyak pemda yang fokus mengembangkan pariwisata karena beberapa daerah tidak memiliki sumber daya alam (SDA) yang bisa dieksplorasi untuk mendukung perkembangan ekonomi.

Lokasi Soloraya yang dekat dengan Jogja juga menjadi salah satu keunggulan dalam mengembangkan sektor ini. “Jumlah wisatawan terus meningkat setiap tahun, tidak hanya wisatawan mancanegara tapi juga wisatawan nusantara yang naik karena didorong kebutuhan berwisata,” kata dia.

Oleh karena itu, dia mengatakan dibutuhkan infrastruktur dan akses yang terintegrasi di Soloraya, seperti kawasan pantai di Wonogiri di mana kondisi jalannya belum maksimal dan belum ada pengembangan transportasi publik yang mudah menjangkau daerah tersebut.

Advertisement

Menurut dia, selama ini kebanyakan pemda masih berpikir mengadakan event yang menarik untuk mengundang wisatawan. Sedangkan penyiapan infrastruktur dan fasilitas umum, seperti rumah makan hingga rumah sakit, belum dipikirkan.

Lebih lanjut, Anton menyampaikan adanya penurunan nilai LoI atau minat investasi dari tahun sebelumnya karena Jateng memiliki 35 kabupaten/kota dengan kondisi wilayah yang beragam. Misalnya Semarang di mana upah tenaga kerja tinggi sehingga investor menyasar daerah dengan UMK yang lebih terjangkau. Selain itu, di ibu kota provinsi juga biaya pembebasan lahan mahal.

Kepala DPMPTSP Jateng, Prasetyo Aribowo, mengatakan jumlah investasi dan sektor investasi akan semakin diperluas serta kualitas iklim investasi ditingkatkan untuk menuju Jawa Tengah Ladang Investasi 2025. Oleh karena itu, dia mengatakan kendala yang dihadapi investor diantispiasi terutama proses perizinan di daerah, di antaranya pelaporan realisasi investasi, SOP yang kurang jelas, mekanisme perizinan yang parsial dan sekuensial, ketidakpastian regulasi, dan lainnya.

“Jateng telah memiliki PTSP sebagai leading layanan, task force sebagai fasilitator percepatan penyelesaian permasalahan penanaman modal, dan e-service untuk melayani perizinan yang diharapkan dapat semakin mempermudah perizinan. Kami juga siap mendukung program single submission yang sedang digagas pemerintah pusat,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Jababeka, Setyono Djuandi Darmono, mengatakan dari target 300 perusahaan yang ditargetkan mengisi Kendal Industrial Park (KIP) saat ini sudah terisi 35 perusahaan dalam waktu sekitar setahun. Selain itu, saat ini sudah ada 14 unit standard factory building, ruko, dan lapangan golf yang dibangun dengan nilai investasi Rp6,2 triliun.

“Kami juga sedang mencari investor untuk membangun 100.000 unit rumah untuk pekerja. Namun dalam waktu dekat, ditarget pembangunan 1.000 unit dulu,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif