Soloraya
Jumat, 24 November 2017 - 21:15 WIB

Kreativitas Warga Ngemplak Boyolali Menyulap Kolong Jembatan Tol Soker Jadi Taman Rekreasi

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejumlah warga tampak riang bermain di kolong jembatan Tol Soker di Dukuh Mangu, Desa Ngesrep, Ngemplak, Boyolali, Rabu (22/11/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Warga Ngemplak, Boyolali, mengubah kolong jembatan tol Soker di wilayah mereka menjadi ruang rekreasi.

Solopos.com, BOYOLALI — Kolong jembatan tol Solo-Kertosono (Soker) di Dukuh Mangu, Ngesrep, Ngemplak, Boyolali, itu kini sedap dipandang. Di sana, belasan wahana permainan berjajar memanjang, penuh warna warni, dan harmoni.

Advertisement

Ada jungkat-jungkit, prosotan, tali-temali, bandulan, panjatan, serta sejumlah arena bermain dan olahraga lainnya. Sejumlah kursi-bangku dan warung hik pun tersedia di sana. Orang tua dan anak-anak tampak riang bermain.

“Rencananya juga dibangun gazebo-gazebo di sini. Biar bisa menjadi ruang bercengkerama sesama warga,” ujar Puput, salah satu warga Mangu, Ngesrep, saat berbincang dengan Solopos.com di kolong jembatan (flyover) Tol Soker Mangu, Rabu (22/11/2017). (Baca: Warga Ngemplak Boyolali Minta Overpass Tol Soker Diganti, PPK Ogah)

Advertisement

“Rencananya juga dibangun gazebo-gazebo di sini. Biar bisa menjadi ruang bercengkerama sesama warga,” ujar Puput, salah satu warga Mangu, Ngesrep, saat berbincang dengan Solopos.com di kolong jembatan (flyover) Tol Soker Mangu, Rabu (22/11/2017). (Baca: Warga Ngemplak Boyolali Minta Overpass Tol Soker Diganti, PPK Ogah)

Jauh hari sebelum dibangun flyover, lahan di bawah kolong jembatan itu adalah jalan umum penghubung antardesa. Ketika megaproyek tol Soker dimulai, jalan itu harus diganti menjadi jembatan layang.

Dengan kontruksi tiang pancang, jembatan itu pun berfungsi ganda. Selain menjadi akses penghubung, jembatan yang menelan anggaran sekitar Rp11 miliar itu juga menyisakan ruang yang cukup luas di bawahnya. Dari sinilah, ide-ide kreatif itu muncul.

Advertisement

Tentu saja, warga bersuka cita. Lahan di kolong jembatan itu cukup luas, mencapai 500-an meter persegi. Sekitar 250 meter persegi untuk arena bermain, sisanya untuk kepentingan acara masjid di sampingnya.

Luas lahan ini belum terhitung akses jalan di kanan kirinya yang juga cukup lebar. “Sebentar lagi, jalan di kanan kiri juga akan diaspal. Jadi, kawasan ini bakal ramai,” ujar Puput. (Baca: PT SNJ Kebut 27 Overpass Tol Soker demi Kejar Target Dibuka Januari 2018)

Warga dan pelaksana proyek tol telah sepakat lahan itu dipakai bukan untuk kepentingan individu atau untuk hal-hal yang bisa membahayakan kontruksi flyover atau pengguna jalan lainnya. Sebaliknya, lahan itu harus mampu menjadi ajang kebersamaan, perekat sosial warga, serta menciptakan ruang-ruang publik yang ramah bagi anak-anak dan warga sekitar.

Advertisement

“Sebenarnya kami bisa saja memagari kolong jembatan itu demi keamanan. Tapi, itu tak kami lakukan. Kami ingin kolong jembatan itu menjadi lebih humanis dan membawa manfaat bagi warga sekitar,” ujar Bedru Cahyono, Kepala Petugas Pembuat Komitmen (PPK) Tol Soker.

Bedru mengaku tak bisa menyembunyikan ketakjubannya atas ide-ide warga dalam memanfaatkan lahan itu untuk kebaikan bersama. “Dananya itu dari warga sendiri, secara swadaya. Luar biasa kan,” katanya.

Bedru mencatat ada 11 overpass yang dibangun di sepanjang tol Soker wilayah Boyolali. Jumlah itu belum terhitung dari proyek tol Boyolali-Salatiga-Semarang. Dari sekian jumlah itu, kata Bedru, baru beberapa jembatan yang tuntas secara kontruksi dan sosial.

Advertisement

Salah satunya overpass Mangu, Ngesrep. Overpass ini bukan saja selesai secara fisik, namun juga selesai secara sosial. Warga sekitar merasakan manfaatnya, yakni menjadikannya ruang publik di kolongnya.

“Ini namanya simbiosis mutualisme atau sama-sama menguntungkan. Kolong jembatan jadi terjaga, namun warga juga merasakan manfaatnya sebagai ruang interaksi sosial,” jelas Bedru.

Bedru menyebutkan anggaran untuk pembangunan setiap overpass rata-rata Rp10 miliar-Rp15 miliar. Anggaran ini memang lebih mahal dibandingkan membuatkan terowongan (underpass).

Meski demikian, kata dia, pembangunan jembatan layang memiliki kelebihan dibandingkan underpass. Selain ada sisa lahan cukup luas di bawahnya, jembatan layang juga bebas banjir.

“Justru ke depannya, penyeberangan itu akan memakai overpass karena rata-rata warga mengendarai sepeda motor dan mobil. Jadi, alasan kesusahan melewati overpass tak terbukti,” terang Kepala Desa Denggungan, Banyudono, Junaidi, beberapa waktu lalu

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif