Jogja
Rabu, 22 November 2017 - 05:20 WIB

Belum Puncak Musim Penghujan, Belasan Longsor Terjadi di Kulonprogo

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Beberapa pengguna jalan melintas di Jalan Sentolo-Muntilan kilometer 28, Dusun Klangon, Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, Kamis (2/3/2017). Jalan tersebut sempat ditutup akibat longsornya tebing setinggi 15 meter dan lebar 20 meter, Rabu (1/3/2017) kemarin. (Rima Sekarani I.N./JIBI/Harian Jogja)

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo mencatat telah terjadi bencana longsor di 12 titik di wilayah Kulonprogo

Harianjogja.com, KULONPROGO-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo mencatat telah terjadi bencana longsor di 12 titik di wilayah Kulonprogo. Belasan longsor tersebut muncul di belasan titik, selama musim penghujan November.

Advertisement

Kepala Pelaksana BPBD Kulonprogo, Gusdi Hartono mengatakan, untuk menghadapi bencana longsor tersebut, BPBD sudah melakukan sejumlah langkah. Antara lain assesment, bantuan logistik, peralatan dan menerjunkan sumber daya manusia (SDM) untuk turut kerja bakti bersama warga di sekitar bencana.

Gusdi mengungkapkan, sebetulnya puncak penghujan baru akan terjadi pada Desember dan Januari mendatang. Namun, bencana longsor bukanlah bencana yang selalu dapat diperkirakan sebelumnya.

“Bisa saja, longsor tidak terjadi. Walaupun di lokasi itu sudah ada tanda-tanda peringatan longsor seperti hujan yang turun lebih dari dua jam, rekahan tanah, rembesan air yang tidak biasa dengan warna keruh,” kata dia, Selasa (21/11/2017).

Advertisement

Di kesempatan yang sama, Gusdi kembali menegaskan, BPBD selalu berupaya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, mengenai potensi bencana yang kemungkinan muncul di wilayah mereka masing-masing.

Saat ini, total sudah ada 97 Early Warning System (EWS) sebagai alat peringatan dini bencana longsor, terpasang di banyak titik rawan longsor. Kendati demikian, masyarakat diminta untuk tetap memerhatikan beragam tanda-tanda alam.

Pasalnya, secanggih apapun EWS yang ada, bisa saja pada suatu waktu EWS tidak akan berfungsi secara maksimal. Misalnya mengalami kerusakan, sehingga tidak bisa berbunyi ketika terjadi bencana.

Advertisement

Selain itu, berdasarkan kajian yang dilakukan, ditemukan bahwa ada kemungkinan kawasan yang terpasang EWS, tidak mengalami bencana, melainkan bencana terjadi di wilayah yang tak memiliki EWS.

“Dengan mengamati perubahan tanda-tanda alam sebagai kearifan lokal, masyarakat mengetahui langkah awal yang harus diambil,” ujarnya, Kamis (19/10/2017).

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif