Soloraya
Selasa, 21 November 2017 - 23:15 WIB

WISATA KARANGANYAR : Ritual Mondosiyo yang Mempersatukan Keberagaman di Candi Cetho

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kegiatan warga di Candi Cetho Karanganyar. Foto sebagai liustrasi. (Istimewa/Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Karanganyar)

Warga Dusun Cetho, Desa Gumeng, Jenawi, melaksanakan ritual Mondosiyo di Candi Cetho, Karanganyar.

Solopos.com, KARANGANYAR — Warga Dusun Cetho, Desa Gumeng, Jenawi, Karanganyar, menyunggi dan menenteng barang bawaan yang dibungkus kain bermotif batik. Kain segi empat itu bermotif batik aneka warna. Isi bungkusan itu aneka jenis makanan, seperti tumpeng kecil, lauk pauk, sayur, dan lain-lain.

Advertisement

Mereka bawa semua itu ke pelataran Candi Cetho. Total sekitar 152 keluarga duduk bersila membentuk satu kerumunan besar. Mereka meletakkan barang bawaan tadi di tengah lingkaran besar.

Upacara adat Mondosiyo pun dimulai. Warga memaknai upacara itu sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Upacara itu juga bermakna mempererat hubungan harmonis antarwarga.

Advertisement

Upacara adat Mondosiyo pun dimulai. Warga memaknai upacara itu sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Upacara itu juga bermakna mempererat hubungan harmonis antarwarga.

Beberapa orang menyebut upacara adat itu sebagai rangkaian dari bersih dusun. Mondosiyo dilaksanakan setiap Selasa Kliwon Wuku Mandasiya atau dua kali dalam satu tahun. Upacara kali ini jatuh pada Selasa (21/11/2017).

Ciri khas upacara adat itu adalah warga berkumpul di pelataran Candi Cetho. Mereka membawa uba rampe yang dibungkus kain segi empat bermotif batik. Tokoh spiritual akan memanjatkan doa. Isi doa adalah meminta keselamatan dan kesejahteraan warga dan mendoakan arwah leluhur.

Advertisement

“Warga di sini tidak hanya memeluk Hindu. Ada Kristen dan Islam. Semua mempercayai upacara adat turun temurun. Kami memegang teguh adat dan tradisi,” ujar Sunardi saat dihubungi Solopos.com, Selasa.

Ciri lain Mondosiyo adalah setiap keluarga menyuguhkan ayam panggang. Jenisnya ayam Jawa. Warga akan mengambil kembali tumpengannya setelah didoakan pemuka adat. Mereka akan menyantap makanan itu di rumah. Sebagian meyakini makanan itu telah mendapat berkah.

“Ada juga yang saling bertukar tumpeng. Ini salah satu sarana silaturahmi. Bisa dikatakan mempererat kerukunan,” ujar dia.

Advertisement

Upacara adat Mondosiyo juga dilaksanakan di lokasi lain. Informasi yang dihimpun Solopos.com dari Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Karanganyar, upacara Mondosiyo dilaksanakan di Dusun Pancot, Kelurahan Tawangmangu, dan Kelurahan Blumbang, Tawangmangu. Prosesi di setiap desa berbeda.

Upacara adat Mondosiyo di Blumbang dilaksanakan dengan menyelenggarakan kirab Reog dan pergelaran wayang kulit. Upacara adat Mondosiyo di Dusun Pancot, warga berebut ayam kampung dan penyiraman air badeg ke watu gilang.

Prosesi setiap upacara adat berlainan tetapi mengikuti pakem yang diajarkan turun temurun. Sunardi menyampaikan upacara adat menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam negeri maupun asing. Dia mencontohkan upacara adat di kompleks Candi Cetho.

Advertisement

“Pengunjung hari ini [Selasa] 100-150 orang. Mondosiyo di Candi Cetho menjadi salah satu acara yang paling ditunggu.”

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif