Jogja
Senin, 20 November 2017 - 08:55 WIB

Mantan Pelaku Terorisme Perlu Dokter Spesialis Deradikalisasi

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Untuk menangani para teroris, dibutuhkan dokter spesialis atau orang-orang yang pernah terlibat secara aktif dalam dunia itu

Harianjogja.com, JOGJA-Persoalan terorisme tidak bisa dilihat hanya sebagai urusan ekonomi semata. Oleh karena itu, untuk mengatasi problem tersebut perlu program deradikalisasi yang menyeluruh.

Advertisement

Program tersebut yakni sesuatu yang mampu menyadarkan, memandirikan dan memberdayakan para mantan kombatan. Hal tersebut disampaikan oleh mantan anggota Jamaah Islamiyah Ali Fauzi Manzi dalam dialog kebangsaan bertajuk Kembali Merajut Hidup, Dari Lingkaran Bom Menuju lingkar Perdamaian di Gandroeng Coffe, Minggu (19/11/2017).

Adik teroris Ali Imron ini mengatakan, terorisme bukan hanya tentang kemiskinan semata, tapi lebih merupakan persoalan ideologi. Jadi, ketika penanganannya hanya mengandalkan bantuan uang, maka tak akan berhasil. Sebagai mantan teroris, ia mengaku setiap hari, dirinya dan teman-temannya diarahkan untuk membenci polisi dan mengganti dasar negara sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya benar.

“Kami diajarkan untuk membunuh polisi sebanyak mungkin. Kalau ada yang bilang terorisme adalah rekayasa polisi itu salah. Kami adalah kelompok yang memang ingin menghancurkan Indonesia. Untuk menanganinya butuh berbagai metodelogi. Penanganan setiap orang harus berbeda-beda,” ucap Mantan Kepala Instruktur Perakitan Bom JI Jawa Timur itu.

Advertisement

Ia mengatakan, untuk menangani para teroris dibutuhkan dokter spesialis atau orang-orang yang pernah terlibat secara aktif dalam dunia itu. Karena merekalah orang yang benar-benar memahami kehidupan seorang pelaku terror.

Program deradikalisasi yang dibutuhkan, lanjutnya, tidak bisa hanya dalam bentuk bantuan sosial berupa santunan, tapi haruslah bersifat produktif. Selain itu, juga dibutuhkan komunitas yang bisa menerima keberadaan mereka. Sebab, saat seorang teroris sudah keluar penjara dan lingkungannya abai, ada kemungkinan akan kembali ke komunitas yang lama.

Para teroris yang hendak dan sudah bertobat, katanya, perlu dilatih, dibina dan dikembangkan agar bisa menjadi pribadi yang mandiri. Karena bagaimanapun mereka punya anak dan istri yang harus dihidupi, “Keberlangsungan hidup perlu diutamakan. Pemerintah sedianya menjadi fasilitator untuk mengasah dan mengasuh mereka dalam berkarya,” ucapnya.

Advertisement

Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), sebutnya, selama dua tahun ini sudah cukup bagus dengan langsung bergerak ke akar rumput dengan melakukan pembinaan dan penyadaran. Namun, ia menyatakan, perlu ada program lanjutan yang bisa benar-benar mampu membuat mantan teroris hidup mandiri.

Ali sendiri bersama dengan mantan teroris lainnya, telah mendirikan komunitas bagi para mantan dan keluarga pelaku teror yang bernama Yayasan Lingkar Perdamaian. Biasanya, Ali melakukan pendekatan saat mereka masih berada di penjara. Tujuannya untuk menyadarkan dan menawarkan program yang dimiliki Lingkar Perdamaian.

“Ketika mereka keluar, mereka sudah mengenal dan enjoy dengan saya. Sekarang mereka ada yang diperkejakan di bengkel, pertambangan, ada yang kerja di Surabaya, di samsat juga. Saya punya CV yang digunakan untuk memberi bantuan dan membuat mereka berdikari,” ujar pria yang pernah mendirikan camp pelatihan militer di Mindanao, Filipina itu.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Bintibluh Ditbinmas Polda DIY AKBP Sinungwati mengatakan, ia akan mendukung program Yayasan Lingkar Perdamaian untuk membina napi teroris. Apalagi, ia mengaku punya sedikit pengetahuan di bidang wirausaha yang diharapkan bisa menjadi jalan pertaubatan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif