Sport
Senin, 13 November 2017 - 00:25 WIB

Digelar di Hartono Mall Sukoharjo, Liga Gulat Jateng Kian Dekat dengan Masyarakat

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Baihaqi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pegulat, Putri Melinda Renaldi (atas), berusaha mengunci pegulat, Delvita, pada kelas Gaya Bebas Putri 58kg dalam Liga Gulat Jawa Tengah 2017 Gelombang III di Hartono Lifestyle Mall, Solo Baru, Sukoharjo, Minggu (12/11/2017). (JIBI/Solopos/M. Ferri Setiawan)

Liga Gulat Jateng digelar di Sukoharjo.

Solopos.com, SUKOHARJO – Seorang bocah berjilbab tampak bersemangat mendekati arena matras yang berada di Auditorium Hartono Mall Sukoharjo, Minggu (12/11/2017). Saat itu, dua pegulat putra, I Gusti Ade Rai dan Yoga Pangestu sedang bertanding di kelas 59 kilogram gaya grego roman.

Advertisement

Teknik jatuhan hingga pitingan mewarnai pertarungan dalam seri terakhir Liga Gulat Jawa Tengah (Jateng) Terbuka itu. “Ayo Pa cepet ke sini,” tutur bocah itu pada ayahnya yang masih menonton dari kejauhan. “Iya enggak apa-apa duluan, nanti nyusul,” ujar sang ayah.

Bocah bernama Tania itu hanya bisa melongo saat I Gusti Aderai yang berada di sudut merah menyungkurkan lawannya ke tanah. Di Liga Gulat Jateng, pegulat asal Grobogan itu memang jawara di gaya grego roman, jenis gulat yang sudah ditemukan dari zaman Romawi kuno. Hanya butuh waktu 1 menit 14 detik bagi Ade Rai untuk melumpuhkan Yoga dengan kuncian. Sebelumnya, kedua pegulat cukup sengit dalam adu piting sebelum Ade Rai menggulung Yoga ke matras. “Yang menang siapa Pa, merah apa biru,” tanya Tania yang baru berusia lima tahun.

Antusiasme keluarga menyaksikan gulat mendadak menjadi pemandangan lazim di Hartono Mall. Mereka tampak penasaran dengan olahraga yang konon sudah ditemukan 15.000 tahun silam. Di antara keluarga yang menonton, ada pula orangtua yang menginginkan anaknya menjadi pegulat di masa depan.

Advertisement

Ning Wigati, 50, warga Bibis Baru, Nusukan, terang-terangan pengin anaknya, Titi Indah Hapsari, 13, menjadi pegulat profesional. Ning sengaja mengajak putrinya ke Liga Gulat siang itu. “Saya berharap putri saya mengikuti jejak kakaknya yang jadi pegulat. Sebelumnya juga sering saya ajak ke kompetisi seperti di Grobogan dan Pati,” tutur Ning saat ditemui Solopos.com di lokasi acara.

Ning melihat gulat tak sekadar olahraga yang mengandalkan fisik. Menurut dia, gulat mengajarkan kesantunan dan sportvivitas. “Meski olahraganya keras, tetap tidak boleh mencederai,” kata dia.

Ketua panitia Liga Gulat Jateng Terbuka, Budi Harto, mengatakan ajang di Sukoharjo menjadi seri pamungkas Liga Gulat tahun ini. Pihaknya sengaja memilih mal untuk lebih memopulerkan gulat ke masyarakat awam. Dua seri sebelumnya ajang digelar di kampus di Semarang. “Ketika sudah kenal gulat, harapannya mereka tertarik dan ingin menjadi atlet,” tuturnya.

Advertisement

Liga Gulat mempertandingkan empat kelas yakni 58 kg gaya bebas putri, 65 kg gaya bebas putra, 57 kg gaya bebas putra dan 59 kg gaya grego roman putra. Total ada 18 atlet dari Jawa Tengah, Banten, Kalimantan Timur, Sumatra Barat dan Bali yang bertanding di ajang dengan total hadiah Rp40 juta itu.

“Harapannya ajang ini bisa menjadi pembibitan untuk PON hingga kejuaraan dunia. Apalagi mayoritas atlet yang bertanding masih muda,” ucap Budi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif