Jogja
Sabtu, 11 November 2017 - 14:40 WIB

Peneliti Deteksi Populasi Nyamuk Berwolbachia

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ahli Serangga EDP UGM Warsito Tantowijoyo menunjukkan alat perangkat nyamuk, Jumat (10/11/2017). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja))

Tangkap nyamuk dan rekrut 10.000 pasien demam.

Harianjogja.com, SLEMAN— Penelitian yang dilakukan tim Eliminate Dengue Project (EDP) Universitas Gadjah Mada (UGM) kini memasuki babak baru. Tim menyebar ratusan alat perangkap untuk mendeteksi populasi nyamuk berwolbachia.

Advertisement

Ada beberapa titik klaster di Kota Jogja yang memiliki populasi nyamuk berwolbachia di atas 80%. Tim juga akan merekrut 10.000 pasien demam untuk memastikan manfaat penyebaran nyamuk tersebut.

Ahli Serangga EDP UGM Warsito Tantowijoyo menjelaskan populasi nyamuk berwolbachia di Kota Jogja terus mengalami peningkatan. Sejumlah kelurahan seperti Karangwaru, Kricak, Bener, Tegalrejo, Pakuncen, Wirobrajan dan Patangpuluhan yang menjadi objek penelitian sejak 2016 silam saat ini telah mencapai 80% populasinya dibandingkan nyamuk lokal atau jenis lain.

Guna memperluas penelitian, pada 2017 ini, pihaknya membagi wilayah Kota Jogja menjadi 24 klaster dengan memasukkan sedikit wilayah Sewon, Bantul. Dari 24 klaster itu, saat ini ada 12 klaster yang telah disebari nyamuk dengan menitipkan 5.000 ember berisi telur nyamuk wolbachia sejak Maret 2017 dan akan berakhir Desember 2017. Saat ini populasinya sudah berkembang dengan persentase populasi 60% dibandingkan nyamuk lokal.

Advertisement

“Penitipan ember di rumah penduduk itu basisnya bukan kelurahan tetapi batasan fisik wilayah. Seperti [kelurahan] Sosromenduran itu terbagi dalam beberapa klaster, ikut klater 14, 21 dan 22. Kita tidak bisa melepas nyamuk itu basisnya kelurahan, karena batasnya [kelurahan] tidak jelas,” terangnya, Jumat (10/11/2017).

Penitipan ember di setiap titik dilakukan siklus pergantian antara sembilan hingga 15 kali kurun waktu Maret hingga Desember 2017. Setiap ember tersebut mampu menghasilkan sekitar 70 ekor nyamuk berwolbachia kemudian menyebar ke rumah penduduk. Dengan demikian untuk sekali siklus peletakan ember diperkirakan menghasilkan sekitar 350.000 ekor nyamuk wolbachia dari total 5000 ember di 12 klaster tersebut.

Pada pertengahan November 2017 ini, ada enam klaster yang embernya sudah ditarik dan tidak diganti lagi yaitu Klaster 1, 2, 10, 16, 19 dan Klaster 21 karena dinilai populasinya tinggi. “Yang ditarik ini berarti sudah lebih dari sembilan kali pergantian ember [telur nyamuk]. Populasinya sudah bagi di atas 60%,” kata dia.

Advertisement

Ia menambahkan, untuk mengukur jumlah populasi itu, tim memasang 438 alat perangkap nyamuk yang di berbagai titik klaster yang sebelumnya sudah dipasangi ember. Nyamuk di dalam perangkap itu kemudian diteliti di laboratorium untuk mendeteksi jenis nyamuk, apakah berwolbachia atau jenis nyamuk lainnya. Setiap perangkap yang diberi nama BGTrap itu mampu menangkap nyamuk yang berbeda. “Ada yang mendapatkan 10 ekor setelah diteliti 60 persen sampai 70 persen yang berwolbachia,” kata dia.

Pakar Epidemologi EDP UGM Riris Andono Ahmad menambahkan, timnya kembali melanjutkan studi untuk melihat dampak nyamuk berwolbachia yang dilepaskan terhadap jumlah kasus demam berdarah di Kota Jogja.

Sekaligus ini membuktikan, bahwa kasus DB di wilayah yang memiliki populasi nyamuk berwolbachia lebih rendah ketimbang wilayah yang tidak memiliki populasi nyamuk jenis tersebut. Studi itu diberi nama Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED). “Dalam penelitian ini kami merekrut pasien demam yang berobat di Puskesmas sebagai responden. Mereka akan didata mulai dari domisili dan riwayat bepergian, termasuk mengambil sampel darahnya. Kami menarget ada 10.000 pasien demam selama masa studi dua tahun, akan berakhir pada 2019,” jelas dia.

Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Jogja Yudiria Amelia menyatakan, kasus DB di Kota Jogja mengalami penurunan, dari 1700 pada 2016, hingga akhir Oktober 2017 tercatat sekitar 300 kasus dengan dua meninggal dunia. Durasi musim penghujan cukup memberikan faktor dominan meningkatkan kasus, karena itu pihaknya perlu mewaspadai kasus DB memasuki penghujan 2017 ini. “Masuknya penelitian ini sudah berjenjang, mulai dari kecamatan, kelurahan, puskesmas jalurnya sudah sesuai. Sehingga saat masyarakat melakukan komplain dan lain-lain bisa kami tangkap dan jelaskan maksud dan tujuan penelitian ini,” terangnya.

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif