Kolom
Rabu, 8 November 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Pelajaran Pahit dari Eks PG Colomadu

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu bagian Pabrik Gula Colomadu pada 2016. (JIBI/Solopos/Dok)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (1/11/2017). Esai ini karya Guntur Wahyu Nugroho, seorang pemerhati dinamika Kota Solo dan sekitarnya. Alamat e-mail penulis adalah gunturwn@gmail.com.

Solopos.com, SOLO–Prakarsa kunjungan komunitas Soeracarta Heritage Society ke eks Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar, Minggu, 22 Oktober 2017, mengungkap fakta yang mengejutkan sekaligus memprihatinkan. Ternyata eks PG Colomadu belum ditetapkan  sebagai  cagar budaya.

Advertisement

Dikhawatirkan ada beberapa bangunan yang termasuk dalam kategori cagar budaya di eks PG Colomadu  telanjur dibongkar dalam proyek revitalisasi yang saat ini berlangsung. Ekspresi kekecewaan para pemerhati cagar budaya dapat dipahami sebab terhitung  sejak PG Colomadu ditutup pada 1998  sampai  2013,  PTPN IX dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah memiliki jeda waktu lima tahun supaya eks PG Colomadu terdaftar sebagai bangunan cagar budaya.

Publik berhak memperoleh penjelasan  tentang ini hal. Payung hukum mengenai pelestarian cagar budaya tersedia sejak 1992. Ini merupakan pelajaran pahit bagi masyarakat, khususnya para pemerhati cagar budaya.

Saat ground breaking pada Sabtu, 8 April 2017, Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan PG Colomadu merupakan  bangunan cagar budaya warisan era kolonial yang dibangun pada 1861 yang patut dilestarikan dan menekankan supaya revitalisasi tidak mengubah karakter bangunan.

Advertisement

Ia juga menyatakan optimisme seusai direvitalisasi, eks PG Colomadu akan menjadi pusat kebudayan Jawa Tengah.  Jadi, meskipun secara de jure eks PG Colomadu belum terdaftar sebagai bangunan cagar budaya , namun secara de facto eks PG Colomadu diakui sebagai bangunan bersejarah dan bangunan cagar budaya.

Pertanyaan yang layak dilontarkan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah adalah ketika isu revitalisasi bergulir dan menjadi wacana publik, apakah institusi tersebut pernah memberikan   klarifikasi kepada publik perihal terdaftar tidaknya eks PG Colomadu  sebagai  cagar budaya?

Selanjutnya adalah: Hampir semua pihak berasumsi eks PG Colomadu

Advertisement

Berasumsi

Hampir semua pihak berasumsi eks PG Colomadu secara resmi sudah terdaftar sebagai  cagar budaya  yang dilindungi UU No. 11/2010. Pertanyaan kedua, apakah konsorsium BUMN melibatkan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sejak perencanaan sampai tahap awal revitalisasi? Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut, menurut saya, ialah  tidak pernah dan tidak dilibatkan.

Mengapa demikian? Pertama, asumsi publik bahwa eks PG Colomadu merupakan cagar budaya yang dilindungi UU Cagar Budaya baru terpatahkan pada saat kunjungan ke lokasi. Terpatahkannya asumsi tersebut menjalar pada kekhawatiran yang lebih luas, jangan-jangan hal serupa juga terjadi di pabrik-pabrik gula lainnya, khususnya di wilayah Jawa Tengah.

Kedua, ada sebagian bangunan yang sudah dibongkar dan dirobohkan berdasarkan pertimbangan subjektif, pertimbangan sepihak dari pelaksana proyek revitalisasi tersebut. Klaim pelaksana proyek revitalisasi PG Colomadu  bahwa beberapa bangunan yang dibongkar bukanlah cagar budaya perlu ditanggapi secara kritis dan diklarifikasi lebih lanjut dengan mempertanyakan dasar atau pertimbangan pembongkaran tersebut.

Advertisement

Apabila konsorsium BUMN beriktikad baik serta peduli terhadap pelestarian cagar budaya, seharusnya melibatkan tim ahli cagar budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah,  serta komunitas pemerhati cagar budaya sejak perencanaan.

Pelibatan tersebut sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi bagian-bagian mana saja yang sama sekali tidak boleh diutak-atik, yang boleh diubah dengan syarat-syarat tertentu, dan yang boleh diganti atau bahkan dihilangkan.

Dengan tidak dilibatkannya para pemangku kepentingan sejak perencanaan,  klaim tersebut di atas  tentu lemah. Pelaksana proyek juga mengklaim saat ini status bangunan cagar budaya eks PG Colomadu sedang diproses di Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Perlu ada klarifikasi atas klaim tersebut.   Apabila klaim itu  tidak terbukti, berarti konsorsium BUMN hanya memberikan pepesan kosong kepada publik.

Selanjutnya adalah: Konsorsium BUMN seolah-olah peduli terhadap cagar budaya

Advertisement

Konsorsium BUMN

Kesan yang saya tangkap, konsorsium BUMN seolah-olah peduli terhadap isu pelestarian cagar budaya  sekaligus dapat mengelak dari jerat hukum apabila dalam revitalisasi telah merusak, menghilangkan, mengubah bentuk dan karakter bangunan yang secara de facto merupakan cagar budaya, toh eks PG Colomadu belum terdaftar atau ditetapkan secara resmi sebagai cagar budaya yang berarti tidak dilindungi UU No. 11/2010.

Apabila klaim tersebut benar berarti merupakan kabar yang baik dan membuka celah bagi publik untuk mengadvokasi eksistensi eks PG Colomadu supaya tidak dirugikan oleh proyek revitalisasi tersebut. Pasal 31 ayat (5) UU No. 11/2010 menyebutkan selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai cagar budaya.

Publik perlu memperoleh informasi yang memadai mengenai benda, bangunan, dan struktur eks PG Colomadu yang didaftarkan ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Boleh jadi ada yang beranggapan yang dianggap cagar budaya tidak hanya bangunan pabrik, melainkan seluruh kawasan PG Colomadu sampai ke Malangjiwan.

Idealnya, daftar  inventaris tentang batas-batas lokasi, benda, bangunan, struktur, atau  bagian-bagian eks PG Colomadu yang akan  didaftarkan sebagai cagar budaya disepakati  sejak perencanaan. Berhubung revitalisasi telah berjalan, terlepas dari adanya silang pendapat mengenai hal-hal yang dikategorikan sebagai cagar budaya, pendaftaran harus segera dilakukan.

Advertisement

Disepakati atau tidak, daftar inventaris  harus segera diserahkan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah untuk didaftarkan. Yang perlu digarisbawahi,  daftar inventaris tersebut disusun melalui diskusi dan dialog yang melibatkan para pemangku lintas  kepentingan, tidakhanya konsorsium BUMN.

Selanjutnya adalah: Sikap proaktif Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah

Proaktif

Sikap proaktif Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dibutuhkan untuk sesegera mungkin mempersiapkan proses pengkajian dan apabila dipandang perlu dan mendesak memfasilitasi pertemuan para pemangku kepentingan. Dengan menginisiasi proses pengkajian, maka benda, bangunan, struktur eks PG Colomadu  atau yang didaftarkan, diperlakukan sebagai cagar budaya selama proses pengkajian berlangsung.

Proses ini boleh jadi akan memengaruhi proyek pengembangan eks PG Colomadu sebab boleh jadi ada bagian-bagian tertentu yang sudah didaftarkan dan dengan demikian diperlakukan sebagai cagar budaya, namun dalam desain proyek pengembangan bagian-bagian tersebut akan dihilangkan, diganti, atau diubah. Ini merupakan kosekuensi dari tidak dilibatkannya para pemangku lintas  kepentingan sejak perencanaan.

Kentalnya aspek historis serta kelayakan eks PG Colomadu sebagai cagar budaya sulit disangkal. Besarnya nilai proyek pengembangan eks PG Colomadu hendaknya tidak menghilangkan maupun mengaburkan hal tersebut. Komitmen konsorsium BUMN memperlakukan eks PG Colomadu  sebagai cagar budaya sebagaimana dinyatakan Menteri BUMN perlu dikonkretkan ke dalam langkah-langkah yang objektif dan terukur.

Dengan demikian komitmen tidak sekadar komitmen, lips service, retorika belaka, maupun pepesan kosong.  Mengantisipasi rusak atau hilangnya situs-situs bersejarah dan cagar budaya sebagai akibat dari proyek pengembangan  eks PG Colomadu, komitmen konsorsium BUMN perlu dikonkretkan setidaknya ke dalam lima.

Pertama, segera membuka ruang dialog, ruang menelaah secara kritis, ruang evaluasi,  serta konsultasi dengan para pemangku lintas kepentingan terkait (Pemkab Karanganyar, akademisi, komunitas pemerhati cagar budaya, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah) terkait proses revitalisasi .

Kedua, mendiskusikan dan menyepakati benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang akan didaftarkan sebagai cagar budaya. Ketiga, berkomunikasi secara resmi dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah untuk sesegera mungkin mengkaji hal-hal yang didaftarkan sehingga hal-hal tersebut diperlakukan sebagai cagar budaya.

Keempat, terbuka terhadap revisi proyek pengembangan eks PG Colomadu yang disarikan dari hasil dialog dan diskusi dengan para pemangku lintas kepentingan sebagai tidak atau kurang ramah dan memihak terhadap pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya.

Kelima, menyampaikan informasi kepada publik secara teratur tentang proses revitalisasi dan komitmen konsorsium BUMN terhadap pelestarian cagar budaya. Publik Jawa Tengah, khususnya Soloraya, “kecolongan” dan telah mendapatkan  pelajaran pahit  dari eks PG Colomadu yang belum terdaftar sebagai cagar budaya.

Keterlibatan serta pelibatan publik, khususnya para pemerhati cagar budaya, menjadi signifikan supaya pelajaran pahit ini tidak terjadi lagi terhadap situs-situs cagar budaya pada umumnya serta eks pabrik-pabrik gula lainnya pada khususnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif