News
Rabu, 8 November 2017 - 22:30 WIB

Cadangan Devisa Oktober 2017 Menurun, Tapi Dianggap Masih Kuat

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Cadangan devisa Indonesia pada Oktober 2017 menurun karena upaya BI menstabilkan kurs rupiah.

Solopos.com, SURABAYA — Kendati cadangan devisa pada Oktober 2017 menurun, namun Bank Indonesia memastikan bahwa posisi cadev masih cukup kuat untuk antisipasi risiko pembalikan modal.

Advertisement

Hal ini menyusul laporan BI yang menujukkan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober menurun menjadi US$126,5 miliar dari sebelumnya US$129,4 miliar. Penurunan ini seiring upayanya dalam menstabilkan nilai tukar rupiah di pasar.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan berdasarkan indikator IMF untuk kecukupan cadangan aset di mana angka kecukupan mencapai 100%, jumlah cadev Oktober mencapai hampir 127% terhadap elemen-elemen besarnya pembalikan modal.

“Indonesia sudah punya [angka kecukupan cadangan] 126 persen atau hampir 127 persen. Jadi, Indonesia sudah lebih dari cukup,” katanya disela-sela acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) ke-4 di Surabaya, Selasa (8/11/2017).

Advertisement

Tak hanya itu, Perry pun menilai bahwa cadev Oktober juga cukup untuk membiayai 8,6 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Besaran cadev itu pun juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Dalam hal ini, dia menuturkan bahwa cadev merupakan bantalan yang dikumpulkan pada saat aliran modal masuk (inflow) tinggi dan akan digunakan pada saat ada tekanan aliran modal keluar (outflow). Bulan lalu, Bank sentral harus menggunakan cadev untuk merespons tekanan outflow.

Kata Perry, adanya pembalikan modal yang terjadi pada bulan lalu berasal dari faktor teknikal yang langsung direspons oleh investor jangka pendek.

Advertisement

Dalam hal ini, ada tiga pemicu utama pendorong aliran modal keluar yakni pertama, rencana kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat. Kedua, pemilihan Gubernur bank sentral AS, The Federal Reserve dan terakhir, pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait pemangkasan pajak yang diyakini bakal mendongkrak perekonomian AS.

Hal itu tentu mengakibatkan para investor jangka pendek langsung mengalihkan modalnya ke negara maju termasuk AS. Di sisi lain, adanya arus modal keluar juga memicu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

“Jadi ya wajar, pada saat inflow tinggi, cadev naik hingga pernah mencapai level tertinggi US$129,4 miliar. Pada saat kemarin ini gonjang ganjing global, khususnya dari Amerika Serikat yang ada pembalikan modal ya wajar [menurun] karena kami harus melakukan stabilisasi nilai tukar sehingga menggunakan cadev.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif