Jogja
Selasa, 7 November 2017 - 06:40 WIB

Radiasi Nuklir Ternyata Mengintai Kampus

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pelaksanaan seminar Cybersecurity untuk Keselamatan dan Keamanan Nuklir di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Senin (6/11/2017). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Perguruan tinggi wajib urus izin nuklir di 2018.

Harianjogja.com, SLEMAN— Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) meminta perguruan tinggi untuk mengurus perizinan nuklir bagi yang menggunakan benda tersebut di laboratorium mulai 2018 mendatang. Lembaga pengawas nuklir itu menemukan ruang di perguruan tinggi terpapar radiasi nuklir.

Advertisement

Pentingnya perizinan nuklir bagi perguruan tinggi disampaikan di sela-sela Seminar Cybersecurity untuk Keselamatan dan Keamanan Nuklir di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Senin (6/11/2017).

Kepala Bapeten Prof. Jazi Eko Istiyanto menjelaskan, jumlah pegawai Bapeten hanya 450 orang, dari angka itu sekitar 300 orang saja yang memiliki kualifikasi di bidang nuklir. Karena itu, pihaknya butuh bantuan perguruan tinggi dalam mengatasi nuklir, terutama agar tidak kebingungan ketika terjadi suatu permasalahan. Mengingat, banyak perguruan tinggi yang telah menggunakan radioaktif dalam setiap laboratorium MIPA maupun poliklinik kampus.

“Ilmu keselamatan nuklir ini belum menjadi topik kajian perguruan tinggi, kami berharap perguruan tinggi ikut menggeluti ini [nuklir] walaupun pada tataran teori sekalipun,” ungkapnya di UIN Sunan Kalijaga, Senin (6/11/2017).

Advertisement

Ia menyatakan, saat ini masih banyak perguruan tinggi yang belum memiliki izin nuklir meski menggunakannya untuk penelitian. Salah satu universitas yang telah memiliki izin nuklir dari seluruh komponen penggunaan alat-alat berkaitan dengan nuklir adalah UGM.

Karena itu, Jazi menargetkan pada 2018 mendatang perguruan tinggi di Indonesia yang menggunakan komponen nuklir di dalamnya segera mengurus izin ke Bapeten.

Ia mencontohnya ada beberapa perguruan tinggi memiliki radionuklida CS-137 yang merupakan isotop dari zat radioaktif. Radionuklida ini dapat terjadi secara alami maupun dibuat oleh manusia dalam reaktor penelitian.

Advertisement

Pihaknya pernah menemukan CS-137 di sebuah perguruan tinggi tersebut dengan radiasi cukup tinggi berada di dalam tempat berbahan timbal yang hanya ditutupi kaca. Kenyataan itu, demi keamanan memang harus terpantau dengan baik agar tidak membahayakan.

“Inginnya kami semua [PT], yang pakai [mengurus izin]. Sekarang ini berani memaksa jurusan Fisika [untuk mengurus izin], karena saya dari situ [Fisika, jadi tahu ada penggunaan unsur nuklir di sana]. Memang alat itu tidak sebesar industri, tetapi kan dipakai sarana berlatih mahasiswa,” kata pria yang juga guru besar Ilmu Komputer UGM ini.

Pengurusan proses perizinan, kata dia, sangat mudah, dengan biaya sekitar Rp500.000. Apalagi saat ini dengan perkembangan teknologi, perguruan tinggi bisa mengikuti prosesnya secara online. Kampus bisa melakukan secara bertahap, jika telah memenuhi syarat awal segera untuk disetorkan. Manfaat mengajukan izin, ketika terjadi suatu kendala Bapeten dapat dengan mudah melakukan pemantauan demi keamanan. “Biasanya FMIPA itu punya [unsur nuklir] semua, untuk X-Ray, analisa, tetapi ada batasnya, kemudian radioaktif juga akan tingkat minimumnya,” ucap dia

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Agung Fadwanto dalam kesempatan itu mengatakan, sepakat jika ada regulasi khusus untuk perguruan tinggi terkait pemanfaatan nuklir meski sebenarnya telah aman. “Meski aman, memang perlu ada regulasi,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif