News
Minggu, 5 November 2017 - 15:00 WIB

Pembuat Meme Setya Novanto Tersangka, Polri Dianggap Beri Perlakuan Istimewa

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus (Andi Narogong) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A)

Polri dianggap memberikan perlakuan istimewa kepada Setya Novanto dalam mentersangkakan pembuat meme Setya Novanto.

Solopos.com, JAKARTA — Kritik terhadap institusi Polri terkait penanganan laporan meme Setya Novanto terus bermunculan. Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menilai sikap itu menunjukkan Polri memberikan perlakukan istimewa kepada Setya Novanto.

Advertisement

Petrus mengatakan sikap Bareskrim Mabes Polri yang begitu cepat memberikan pelayanan atas laporan Setya Novanto dengan melakukan penangkapan Dyan Kemala Arrizqi dan menjadikannya tersangka pencemaran nama baik, patut disesalkan.

“Sikap Bareskrim Polri ini merupakan tindakan berlebihan bahkan mengistimewakan kepentingan Setya Novanto. Padahal ekspresi yang digambarkan dalam meme yang menyebar di media sosial adalah gambaran kekecewaan publik atas perlakuan istimewa institusi penegak hukum pada Setya Novanto,” ujarnya, Minggu (5/11/2017).

Petrus menambahkan bukan lagi rahasia kalau publik mengetahui bahwa Setya Novanto adalah sosok yang sering bermasalah dengan hukum. Tetapi, kata dia, sesering itu pula Setya Novanto lepas dari jerat hukum.

Advertisement

Bahkan, lanjutnya, ketika sudah ditetapkan jadi tersangka KPK pun, Novanto berhasil lepas dari jerat hukum. Menurutnya, masyarakat sangat paham bahwa meme adalah bagian dari perkembangan dunia digital dan media sosial yang tidak semuanya bisa dianggap sebagai kejahatan pencemaran nama baik.

“Apalagi Meme yang terkait Setya Novanto bertujuan memberikan kritik sebagai kontrol sosial masyarakat melalui sehingga Polri dintuntut harus berpikir maju dan modern, meninggalkan cara berpikir konvensional ketika berhadapan dengan teknologi informasi yang semakin canggih,” ujarnya.

Meme dimaksud, ujarnya, bermuatan kritik untuk perbaikan penegakan hukum dan perbaikan terhadap perilaku pejabat. “Jika Polisi terlampau aktif menindak kreativitas dalam bentuk kritik semacam itu, sementara kritik itu sendiri bagian dari hak dan kewajiban masyarakat dalam membantu penegak hukum memperbaiki proses penegakan hukum, lantas dijadikan sebagai sebuah tindakan kriminal, maka polisi akan kehabisan energi hanya untuk mengurus jutaan meme yang selalu berseliweran di media sosial,” ungkapnya.

Advertisement

Sebagai tokoh publik, menurut Petrus, Setya Novanto seharusnya sadar dengan risiko berbagai tindakan dan prilakunya yang berpotensi diawasi dan dikritik masyarakat dengan berbagai cara. Kritik sosial masyarakat melalui media sosial dalam bentuk meme menurutnya tidak boleh dikekang atau dibatasi dengan memperalat hukum dan wewenang Polri atas nama pencemaran nama baik.

Di pihak lain, kebebasan berekspresi harus dijunjung tinggi untuk kebaikan dan perbaikan perilaku masyarakat demi bangsa ini. Hal ini, tuturnya, merupakan bagian dari upaya positif masyarakat dalam revolusi mental.

“Pemidanaan atas kasus-kasus defamasi seharusnya merupakan upaya hukum terakhir dengan memberikan kesempatan para pihak untuk melakukan klarifikasi. Penerapan delik pencemaran dengan cara membabi buta menerapkan pasal-pasal dalam UU ITE adalah tindakan sia-sia, bahkan berpotensi menyeret Polri dalam sikap yang kontraproduktif. Sebaiknya polisi fokus pada kasus-kasus yang memiliki kualitas kejahatan yang lebih tinggi,” pungkasnya.

Advertisement
Kata Kunci : Setya Novanto
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif