Jogja
Kamis, 2 November 2017 - 13:20 WIB

TAKSI ONLINE JOGJA : Pengamat: Polemik Mestinya antara Angkutan Umum dengan Kendaraan Pribadi

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ribuan pengemudi taksi argometer menggelar aksi di Jalan Malioboro, depan Komplek Kepatihan DIY, Kamis (14/9/2017). (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Dengan perkembangan teknologi saat ini, dalam waktu dekat semua kendaraan pengangkut penumpang semua akan online

Harianjogja.com, JOGJA– Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Arif Wismadi menegaskan, dengan perkembangan teknologi saat ini, dalam waktu dekat semua kendaraan pengangkut penumpang semua akan online.

Advertisement

Baca juga : Pengemudi Angkutan Online Jogja Tolak Permenhub, Ini Alasan Mereka

Karena itu, ia menilai isu yang tepat dipertentangkan bukan lagi soal taksi online versus taksi konvensional, melainkan angkutan umum melawan kendaraan pribadi.

Advertisement

Karena itu, ia menilai isu yang tepat dipertentangkan bukan lagi soal taksi online versus taksi konvensional, melainkan angkutan umum melawan kendaraan pribadi.

Pasalnya, kata Arif, angkutan umum, dalam hal ini taksi konvensional sudah sangat siap untuk online. Sebaliknya, kendaraan pribadi yang digunakan untuk mengangkut penumpang, jauh dari siap untuk beralih menjadi angkutan umum, baik secara kelembagaan maupun dari maksud awal keikutsertaan.

Ia mengatakan, ketegangan sosial memang muncul seiring dengan terbitnya PM108/2017, khususnya dari kendaraan pribadi yang memang tidak siap dan tidak disiapkan menjadi angkutan umum. Selain isu administratif dan lisensi, pemicu lain dari ketegangan adalah wilayah operasi dan pemasangan stiker.

Advertisement

Sedangkan terkait lisensi, ia menyebut Permenhub 108/2017 menganut pendekatan quantity licensing yang berarti kendaraan yang akan berlisensi akan dibatasi jumlahnya sesuai dengan perkiraan permintaan.

Lalu, imbuhnya, yang menjadi persoalan, jika menganut pada permintaan taksi, mungkin kuota sudah cukup. Tapi faktanya, sebaran taksi dan luas wilayah di DIY membuat tidak semua titik mudah dijangkau. Dengan demikian aplikasi online akan membuat penyediaan lebih efisien.

“Jika faktanya angkutan umum, termasuk taksi resmi tidak sanggup untuk menjamin mobilitas, sedangkan aturan tidak memungkinkan untuk taksi online yang tidak mendaftar untuk menjadi bagian dari sistem mobilitas, maka kelompok ini harus bertransformasi menjadi layanan antar jemput dari-dan-untuk anggota organisasi.”

Advertisement

Hal tersebut, sambungnya, akan menjadikan taksi online kembali pada prinsip awal aplikasi online yang berkonsep ride-sharing (angkutan berbagi). Jika transaksi pembayaran tidak diperbolehkan maka diperlukan bisnis model baru untuk angkutan online.

Arif menyarankan, agar kebijakan quantity lisensing dan Aturan Permenhub 108/2017 bisa dijalankan maka DIY harus cerdas menyepakati soal wilayah operasi, yang mestinya tidak berbatas pada wilayah administrasi tapi lebih kepada kawasan, ruas atau lajur tertentu.

Sedangkan yang dibatasi wilayah mobilitasnya adalah kendaraan pribadi. Dimana angkutan umum mendapat akses dan prioritas, dan kendaraan pribadi dibatasi.

Advertisement

“Apabila ada kendaraan pribadi yang mengambil kesempatan memberikan pelayanan online tanpa registrasi atau menggunakan platform aplikasi yang juga tidak terdaftar di dashboard pemerintah, maka perlakuannya disamakan dengan kendaraan pribadi,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif