Soloraya
Rabu, 1 November 2017 - 08:35 WIB

PENCABULAN WONOGIRI : Pelecehan Seksual Anak Terus Terjadi, Sekolah Harus Punya Satgas Khusus PPA

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pencabulan (JIBI/Solopos/Dok.)

Sekolah di Wonogiri disarankan punya satgas khusus PPA untuk menanggulangi kasus pelecehan seksual terhadap anak.

Solopos.com, WONOGIRI — Kekerasan seksual di lingkungan sekolah selalu terjadi setiap tahun di Wonogiri. Sebagai upaya pencegahan dan penanggulanga, sekolah di Wonogiri disarankan punya satgas khusus perlindungan perempuan dan anak (PPA).

Advertisement

Saat ini, Wonogiri memiliki Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) terbanyak se-Indonesia, tindak asusila terhadap anak di bawah umur tetap terjadi. Kapala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) P2KBP3A, Rodhiyah, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A), Reni Ratnasari, mengatakan sebagian kasus kekerasan terhadap anak dilakukan di lingkungan sekolah jika pelakunya seorang guru, seperti kasus di dua SD di Girimarto, beberapa waktu lalu.

Sementara jika pelakunya merupakan siswa sekolah lebih banyak terjadi di luar lingkungan sekolah. Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Wonogiri, selama Januari-Oktober 2017 ada 20 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan.

Korban kekerasan seksual tersebut hampir semuanya merupakan siswi sekolah. Rodhiyah menyebut perlu adanya partisipasi aktif guru Bimbingan Konseling/BK dan guru lain untuk memonitor para siswanya bukan hanya dalam hal belajar, melainkan juga dalam pergaulan.

Advertisement

“Kalau ada siswa yang biasanya ceria tetapi tiba-tiba menjadi pemurung, harus ada guru yang peka untuk mencari informasi,” ujarnya ketika ditemui Solopos.com di kantornya, Selasa (31/10/2017).

Dia mengusulkan ada tim khusus di bidang perlindungan perempuan dan anak untuk menimalkan korban kekerasan seksual dari kalangan pelajar. Padahal anggota satgas PPA di Wonogiri sebanyak 3.060 orang dan menyebar hingga ke desa-desa.

Sementara pendamping P2TP2A ada sekitar 468 orang tersebar di tiap kecamatan. “Satgas [PPA] ini hanya menjemput korban dan identifikasi dan wilayahnya luas. Maka perlu ada satgas sendiri di lingkungan sekolah,” jelasnya.

Advertisement

Menurutnya, perlu partisipasi aktif dari semua pihak untuk meminimalkan kekerasan seksual terhadap anak, bukan hanya menggantungkan pada satgas. Sosialisasi dan pendampingan satgas semakin digiatkan untuk mengungkap maupun mencegah terjadinya kasus lainnya.

“Kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es. Kasus yang mencuat saat ini hanya sebagian kecil. Tapi dengan sosialisasi yang masif, kasus-kasus yang lama akhirnya terungkap. Banyak kasus yang tadinya tidak terkuak, sekarang terungkap,” imbuhnya.

Sementara Kapolres Wonogiri, AKBP Muhammad Tora, mengkritik rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan kekerasan seksual anak. Pada kasus pencabulan oleh oknum guru di Girimarto dia mempertanyakan kehadiran sekolah dan masyarakat dalam melindungi anak-anak, padahal pencabulan tersebut sudah dilakukan selama belasan tahun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif