Jogja
Jumat, 27 Oktober 2017 - 10:20 WIB

Pentas Tengah Minggu, Angkasa Wutah Getihku Ramai Penonton

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kethoprak Conthong Yogyakarta sukses gelar pentas Angkasa Wutah Getihku, Kamis (26/10/2017). (Beny Prasetya/JIBI/Harian Jogja)

Walaupun pentas di tengah minggu, Kethoprak Conthong Yogyakarta sukses gelar pentas Angkasa Wutah Getihku

Harianjogja.com, JOGJA– Walaupun pentas di tengah minggu, Kethoprak Conthong Yogyakarta sukses gelar pentas Angkasa Wutah Getihku, Kamis (26/10/2017). Hal itu terbukti pada pagelaran yang terakhir itu tempat duduk lesehan membludak terisi hingga diluar tikar yang disediakan.

Advertisement

Lakon Angkasa Wutah Getihku bercerita tentang seorang tentara yang hidup saat peristiwa pengeboman landasan pacu Maguwo Harjo yang saat ini menjadi Nama Adisucipto. Mengambil latar DIY dalam upaya pertahanan Republik Indonesia, tentara yang bernama Tumenggung Reksa Angkasa Diangkat menjadi Lurah Prajurit Gegana.

Jalan hidupnya yang selalu mengendepankan kepentingan Negara Swarna Bumi itu harus mendapatkan cobaan berliku dari dicopot pangkatnya hingga diambil rumahnya.

Susilo Nugroho alias Den Baguse Ngarso mengatakan, pementasan ini juga sedikit dipaksakan. Walaupun tidak mengaku apa sebabnya namun ia tetap tidak puas akan ramainya pengunjung yang datang.

Advertisement

“Bukan begitu, tujuan kami ini untuk mengincar wisatawan, tapi tidak apa apa asalkan penonton mengerti cerita diambil dari kisah nyata,” ujarnya dengan bertelanjang dada selepas berganti kostum.

Dirinya mengatakan, naskah yang dibuatnya itu tidak lama dalam pengerjaan dari membuat alur hingga dialognya. Adapun kesulitan yang ia dapat ialah saat akan mencari cerita apa yang akan ia buat.

“Biasanya pas baca, tiba tiba muncul, nah yang ini [latar bekalang mempertahankan kemerdekaan] sudah tiga kali kita buat, dari masyarakat, tentara Belanda, dan saat ini soal tentara angkasa,”jelasnya.

Advertisement

Adapun anggapan dirinya memlintir sejarah itu adalah hal yang lumrah dalam dunia seni. Menurutnya hal tersebut adalah efek dari dramatisasi dalam seni. Ia tidak mau cerita yang ditulisnya menjadi monoton dan kaku karena tidak terpaku dalam hal sejarah.

“Ini seni, saya juga ditawari proyek bersama arkeolog, katanya suruh nulis dan bermain di situs itu, dan dia harus mau di dramatisir,” ujarnya.

Saat akhir wawancara, ia berpesan  dengan adanya pentas ini, selain wisatawan domestik  memiliki agenda wisata di DIY sejarah yang berada didalamnya bisa dimengerti penonton.

“Saya buat dari sejarah, legenda, serat, dan apa saja yang nantinya akan saya dramatisir dengan media humor agar sampai ke penoton,” jelasnya pria berambut putih itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif