Kolom
Kamis, 26 Oktober 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Musik Pop dan Nikah Muda

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Udji Kayang Aditya Supriyanto (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Sabtu (21/10/2017). Esai ini karya Udji Kayang Aditya Supriyanto, peminat kajian budaya populer dan pengelola Buletin Bukulah! Alamat e-mail penulis adalah udjias@gmail.com.

Solopos.com, SOLO — Saat isu komunisme (lagi-lagi) diangkat ke publik sekian waktu lalu, @howtodressvvell mengadakan jajak pendapat sederhana di Twitter. Ia ingin tahu pendapat warga Internet atau warganet soal ”lagu yang seharusnya dilarang didengar” dengan opsi Genjer-genjer atau Akad.

Advertisement

Jajak pendapat itu menghasilkan hanya 15% responden memilih Genjer-genjer, sedangkan mayoritas (sebanyak 85%) merasa lagu yang haram didengar adalah Akad. Sabtu pekan lalu, Romensy Augustino justru memuji lagu gubahan Payung Teduh itu dalam esai Akad Populer karena Berbeda (Solopos, 14 Oktober 2017).

Ia dengan percaya diri menyatakan Akad menawarkan sesuatu yang berbeda hanya karena bertema pernikahan dan memunculkan frasa ”kuingin kau menjadi istriku.” Akad dirilis pada Juni 2017 lewat Youtube dan langsung meledak saat itu juga.

Youtube memang ruang paling ampuh untuk memasarkan produk musikal pada era mutakhir ini. Klaim Romensy bahwa Akad memberi terobosan baru dengan pemunculan kata ”istriku” sayangnya sudah terbantahkan bahkan sejak lagu itu belum diluncurkan. Di ruang yang sama, Youtube, kita bisa menonton klip video lagu Istri Tersayang bertanggal unggah 23 Mei 2013, jauh sebelum Akad hadir.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Lagu itu digunah Sam Bimbo…

Sam Bimbo

Lagu itu digubah Sam Bimbo dan dinyanyikan bareng putrinya, Nunun. Jika kata ”istriku” oleh Romensy dianggap penting di lagu Akad lantaran ”merepresentasikan hubungan laki-laki dan perempuan di tingkat paling tinggi” maka kita berhak membandingkannya dengan lagu Sam Bimbo yang lebih sering menyebut kata itu.

Advertisement

Di lagu Akad kita menjumpai lirik: bila nanti saatnya telah tiba/ kuingin kau menjadi istriku/ berjalan bersamamu dalam terik dan hujan/ berlarian ke sana-kemari dan tertawa dan pada lagu Istri Tersayang kita menemukan lirik: istriku yang tersayang/ ibu si sulung/ istriku yang tercantik/ ibu si bungsu/ kaulah yang paling apik/ urusan duit/ wajahmu cemerlang/ di tanggal gajian.

Kedua lagu menampilkan ”istri” secara berbeda: Payung Teduh utopis, sedang Sam Bimbo realistis. Kita lalu dibikin mesem saat lagu Istri Tersayang mencapai bagian refrain: aku berjanji/ takkan melukai hati/ dan tidak akan/ tidak akan kawin lagi.

Sam Bimbo, sebagai seorang suami dan bapak, telah berhasil mempersoalkan liku-liku pernikahan dengan apik melalui lagu. Payung Teduh hanya menampilkan tema pernikahan dalam lagu berkepentingan bujuk rayu.

Selain Payung Teduh, kita menjumpai lagu ”bujuk rayu” lain yang digarap Sisir Tanah: mungkin kan selalu ada/ kata dan kalimat/ untuk kita terus saling/ mengungkapkan rasa// mungkin kan selalu hadir/ hari bulan tahun/ tapi saat ini aku hanya ingin menyampaikan// aku mencintaimu/ aku ingin bersamamu/ selamanya dalam hidup ini.

Advertisement

Dalam lagu berjudul Istri itu Sisir Tanah hendak membuktikan bahwa bujuk rayu ampuh sebagai ajakan menikah tak mesti menyebut kata istri. Malah pengulangan terus-menerus (dengan seringnya lagu itu diputar) berisiko membuat rayuan ”kuingin kau menjadi istriku” jadi profan, tidak lagi sakral.

Selanjutnya adalah: Payung Teduh menghancurkan sakralitas ”senja”…

Sakralitas ”senja”

Advertisement

Sebelum kehadiran Akad Payung Teduh sudah menghancurkan sakralitas ”senja” yang susah payah dimuliakan penyair dan sastrawan terdahulu. Senja kini kata yang menjemukan. Bagaimana pun, lagu Akad milik Payung Teduh sukses membuat banyak generasi muda kebelet rabi.

Godaan Akad lebih manjur daripada lagu Kisah Romantis (2005) milik Glenn Fredly yang liriknya juga memuat bujuk rayu: dan dengarlah sayangku/ aku mohon kau menikah denganku/ ya, hiduplah denganku/ berbagi kisah hidup berdua. Jika lagu yang secara sosiologis berdampak pada masyarakat pantas dimasukkan di riwayat sejarah musik pop Indonesia, jelas Akad layak untuk itu.

Akad penting dalam sejarah musik pop Indonesia bukan lantaran semata-mata populer dan berbeda, melainkan karena dampak sosiologisnya. Kini ada banyak perempuan yang tergoda lekas menikah alias ”nikah muda” setelah mendengar lagu Akad sebegitu sering.

Mereka tidak butuh seminar pranikah di kampus-kampus atau kata-kata mutiara dari putra Ustaz Arifin Ilham untuk tergoda menikah muda. Mereka hanya butuh mendengarkan lagu dan dibikin baper oleh Payung Teduh.

Para perempuan penggandrung Akad itu ingin lekas ada laki-laki yang mendatanginya dan mengucap,”Kuingin kau menjadi istriku”, seperti dalam lirik lagu Payung Teduh. Menikah muda kini bukan tabu dan memang begitu. Hari ini kita gampang menjumpai suami-istri yang masing-masing usianya baru 20-an tahun, ada pula yang baru belasan tahun.

Selanjutnya adalah: Mereka menikah dengan wajar…

Advertisement

Wajar

Mereka menikah dengan wajar dan konon lekas menikah demi menghindari zina. Pada masa lampau, sebaliknya, orang yang menikah muda justru sering disimpulkan akibat berzina. Menikah muda pada masa lalu lazim disimpulkan gara-gara hamil duluan.

Stigma itu kerap dimunculkan di novel-novel masa lalu, misalnya di novel Cemara-Cemara Kampus (1988) garapan Dono. Dalam sejarah musik, grup musik yang paling sering menyorot fenomena tersebut tentu saja Jamrud. Mereka sudah menekuni tema itu sejak album perdana berjudul Nekad (1995).

Kita gampang mengingat Jamrud, namun kita mungkin melewatkan Oppie Andaresta. Haram hukumnya bicara sejarah musik pop Indonesia tanpa membahas Oppie. Penyanyi dan musikus kelahiran Jakarta, 20 Januari 1971, itu jauh lebih dulu dan lebih heroik merespons menikah pada usia muda lewat lagunya.

Lagu tersebut hadir dalam album Berubah yang dirilis 16 Maret 1998. Majalah Hai Nomor 11 Tahun XXII, 24 Maret 1998, melaporkan ada lagu Blues for Lily, sebuah pembelaan buat remaja yang ”terpaksa” kawin muda, dan kemudian terkungkung di dalam rumah. Inilah sebuah upaya memberi semangat bahwa mereka pun masih berhak punya mimpi, nggak boleh apatis.

Oppie lalu mengingatkan: dan orang seperti mereka bertebaran di sekeliling kita. Sikap Oppie lebih bijak ketimbang Jamrud (lewat lagu Putri, katakanlah) yang serta-merta menganggap ”mereka” pesakitan.

Selanjutnya adalah: Kita pantas menyimak lirik Blues for Lily…

Blues for Lily

Kita pantas menyimak lirik Blues for Lily: jam lima pagi kumulai hari/ buatkan susu ganti popok anakku/ siapkan sarapan pagi untuk suamiku/ habiskan waktu dengan membagi kasihku// ada yang hilang dari hidupku/ tapi banyak yang kudapat yang membuatku berarti/ belajar hidup dan beradaptasi/ untuk sempurna jadi manusia wanita// teman sebayaku anggapku bodoh/ matikan mimpiku mainkan peranku sebagai ibu/ tapi aku tetap hidup masih dengan mimpi-mimpiku/ aku bahagia hidup dengan orang tercintaku.

Akad milik Payung Teduh memosisikan diri dalam sejarah musik pop Indonesia sebagai bujuk rayu menikah saat berusia muda sebetulnya sudah lazim. Sedangkan Oppie menghadirkan Blues for Lily untuk membela para perempuan yang dinista stigma buruk menikah pada usia muda. Dengan menilik masa lalu, kita sadar musik pop hari ini tidak merespons pernikahan dengan gagasan, melainkan sekadar godaan. Unch!

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif