Soloraya
Rabu, 25 Oktober 2017 - 20:15 WIB

21 Desa Sragen Dilaporkan ke Polisi karena Terindikasi Selewengkan Dana Desa

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman (kanan) menandatangani MoU antara Polres Sragen dan Pemkab Sragen dalam pengawasan dana desa, Rabu (25/10/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Sebanyak 21 desa di Kabupaten Sragen terindikasi menyelewengkan dana desa.

Solopos.com, SRAGEN — Polres Sragen menerima laporan dugaan penyelewengan dana desa dari 21 desa di Bumi Sukowati. Penyidik Polres Sragen mengidentifikasi ada satu desa di antaranya yang terindikasi ada unsur kejahatan.

Advertisement

Sementara untuk 20 desa lainnya masih dalam penyelidikan polisi. Laporan dugaan penyelewengan dana desa di 21 desa itu terungkap dalam forum tindak lanjut memorandum of understanding (MoU) antara Polres Sragen dan Pemkab Sragen dalam pengawasan dana desa di Gedung Kartini Sragen, Rabu (25/10/2017).

Di Sragen ada 196 desa yang mendapat alokasi dana desa 2017 mencapai Rp160,9 miliar. Setiap desa di Sragen mendapat alokasi dana desa Rp790 juta-Rp920 juta.

Advertisement

Di Sragen ada 196 desa yang mendapat alokasi dana desa 2017 mencapai Rp160,9 miliar. Setiap desa di Sragen mendapat alokasi dana desa Rp790 juta-Rp920 juta.

“Pada 2017 ini, terdapat laporan dugaan penyelewengan dalam penggunaan dana desa yang di tangani Polres Sragen menyangkut kepala desa dan pihak-pihak terkait. Ya, jumlahnya 21 desa itu,” ujar Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman dalam paparannya dan diperkuat saat diwawancarai wartawan seusai paparan.

Pemegang penghargaan pin perak Kapolri itu menyampaikan 21 laporan yang masuk itu masih dikaji tim penyidik untuk mengetahui unsur niat jahat, unsur kelalaian, kekurangpahaman, atau ketidaktahuan dalam pengelolaan dana desa. Mantan Kabudit III Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Kepulauan Riau itu menyatakan bila dari hasil kajian menunjukkan tidak ada niat jahat atau ketidaktahuan, Polres tidak bisa memidanakan subjek yang dilaporkan meskipun ada kerugian negaranya.

Advertisement

Kapolres enggan menyebut nama desa tersebut. Ketika ditanya kasus di Desa Hadiluwih, Sumberlawang, Arif menjawab, “tunggu tanggal mainnya”. Jebolan Fakultas Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan di 20 desa lainnya belum tentu maladministrasi.

Dia mengkaji laporan itu secara konprehensif dengan melakukan dua langkah filterisasi. “Laporan itu dari mana-mana dan ujungnya masyarakat. Nah, masyarakat ini siapa? Lawan politikkah? LSM yang tidak diberi jatahkah? Itu upaya filterisasi yang pertama. Kemudian filterisasi kedua itu untuk mencari adakah niat jahatnya. Kalau ada niat jahat kami harus tegakkan hukum,” katanya.

Kapolres memilih mengedepankan aspek pencegahan dan memosisikan aspek penegakan hukum sebagai alternatif terakhir dengan tujuan dana desa benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa. Dia tidak ingin seorang kades yang menjadi aset terbaik desa kemudian harus menjalani pidana hanya karena ketidaktahuan atau kekurangpahaman atas regulasi dana desa.

Advertisement

Atas dasar itulah, Kapolres menindaklanjuti MoU antara Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan Kapolri beberapa waktu lalu. Kapolres menjelaskan subtansi MoU itu personel bintara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) diminta mengasistensi dan mendampingi desa dalam penggunaan, pengelolaan, dan pemanfaatan dana desa.

“Hari ini saya membekali para kepala desa dan bhabinkamtibmas terkait pola pengawasan, pengelolaan, sampai pertanggungjawaban dana desa dan dana lainnya yang masuk ke desa, seperti dari alokasi dana desa, bantuan keuangan provinsi, bagi hasil retribusi, bantuan keuangan kabupaten, dan pendapatan asli desa,” imbuhnya.

Kapolres menekankan roh dalam pelaksanaan DD itu terletak pada partisipasi publik. Selain itu, pola pengawasan dana desa dimulai dari perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya. Perencanaan itu, kata dia, mestinya dilakukan dari bawah (bottom up) untuk menghilangkan need (kebutuhan) dan wants (keinginan) karena wants itulah yang mendorong orang untuk korupsi.

Advertisement

Dalam penganggaran mestinya mengacu pada PP 43/2014 yang memberi porsi 70% untuk pembangunan dan pemberdayaan serta 30% untuk operasional dan penghasilan tetap. Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati mengatakan 21 desa yang dilaporkan ke Polres itu sudah 10,71% dari total desa di Sragen.

Yuni, sapaan akrabnya, berharap tidak ada tambahan desa lagi yang dilaporkan ke Polres atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Sragen. Yuni juga mencium adanya intrik politik lokal di balik laporan ke Polres. Oleh karenanya, Yuni meminta para kades untuk merangkul semua elemen dan masyarakat bawah untuk sama-sama bekerja membangun desa.

“Kami mengupayakan pencegahan. Dikandhani [diingatkan]. Kalau tidak bisa ya dijewer atau dijlomprongke sisan. Jabatan kades itu rawan dan rentan terjadi korupsi, sama halnya dengan bupati yang sama-sama jabatan politik,” ujar anak sulung mantang Bupati Sragen Untung Wiyono itu.

Sesuai hasil rakor dengan Presiden Jokowi, Yuni mewanti-wanti kepada para kades untuk dana desa 2018 lebih besar porsinya pada pemberdayaan masyarakat karena infrastruktur di desa sudah memadai. Pemberdayaan itu terletak pada menghidupkan badan usaha milik (BUM) desa.

Ada ratusan BUM desa di Sragen tetapi sebagian ada yang mati suri dan hanya sebagian kecil yang berjalan sehat. “Kendalanya karena tidak ada keinginan, konsep, dan mind set yang masih konvensional. Seperti di Krikilan itu potensinya banyak seperti homestay dan kuliner lokal. Tetapi peluang itu tidak ditangkap oleh masyarakat Krikilan. Tahun depan, kami akan kumpulkan daerah yang punya potensi kemudian didampingi secara khusus oleh OPD [organisasi perangkat daerah] terkait,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif