News
Selasa, 24 Oktober 2017 - 21:00 WIB

Tunda Densus Tipikor, Jokowi Dinilai Dengar Suara Publik

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Capture grafis Densus Tipikor

Penundaan Densus Tipikor oleh pemerintah dinilai sebagai langkah Presiden Jokowi mendengarkan suara publik.

Solopos.com, JAKARTA — Penundaan pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri dianggap sebagai upaya Presiden Jokowi menangkap suara publik yang menentang pembentukan unit tersebut.

Advertisement

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan selain karena menangkap suara publik yang menentang pembentukan detasemen tersebut. Pengukuhan unit ini, kata dia, bisa mengganggu sistem dan mekanisme penanganan kasus korupsi yang sudah baku. Pasalnya, masing-masing institusi bekerja di bawah payung hukum berupa undang-undang masing-masing lembaga.

“Selain itu, lembaga apapun yang dibentuk untuk menangani perkara korupsi harus dengan UU tidak bisa dibentuk hanya dengan kepres atau perkap, karena korupsi sebagai sebuah kejahatan sudah diatur dengan UU tersendiri sehingga lembaga yang menangani harus dibentuk dengan UU,” katanya, Selasa (24/10/20172017).

Menurutnya, jika ingin menangani korupsi, Polri cukup menggunakan Direktorat Tipikor yang sudah terbentuk. Namun, selama ini direktorat tersebut dianggap minim prestasi pemberantasan korupsi.

Advertisement

Selain itu, baik Polri maupun Kejaksaan juga merupakan objek pemeriksaan KPK. Penyelidikan dan penyidikan oleh kedua lembaga tersebut juga dapat diambil alih oleh KPK jika penyidikan sebelumnya bertujuan melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya, atau karena penanganan kasus itu mengandung unsur korupsi.

“Hingga hari ini Polri dan Kejaksaan belum bisa keluar dari problem-problem korupsi yang termuat dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UU KPK. Apalagi Pasal secara tegas menyatakan bahwa KPK berwenang menyelidiki, menyidik, dan menunutut tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Artinya potensi untuk melakukan perbutan korupsi oleh Kepolisian dan Kejaksaan sudah diantisipasi oleh DPR ketika membuat UU KPK dan hingga saat ini Polri dan Kejaksaan belum bisa keluar dari kultur yang korup,” tambahnya.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa lembaga tersebut menghargai keputusan penundaan pembentuan detasemen yang diambil Presiden. Namun demikian, KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan akan terus melaksanakan kerja-kerja pemberantasan korupsi karena memiliki mekanisme koordinasi dan supervisi.

Advertisement

“Kepolisian tetap punya kewenangan tangani kasus korupsi, Kejaksaan juga demikian dan KPK akan perkuat pelaksanaan tugas kordinasi dan supervisi,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif