Soloraya
Selasa, 24 Oktober 2017 - 22:15 WIB

Takut Ketiban Image Jelek, Warga Jogonalan Klaten Tolak Pembangunan Hotel Srikandi

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana di lokasi rencana pembangunan Hotel Srikandi di jalan Jogja-Solo, Dukuh Ringinrejo, Desa Plawikan, Jogonalan, Klaten, Selasa (24/10/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Warga Jogonalan, Klaten, menolak pembangunan Hotel Srikandi karena takut mendapat image jelek.

Solopos.com, KLATEN — Warga Dukuh Ringinharjo, Desa Plawikan, Jogonalan, Klaten, menolak rencana pembangunan Hotel Srikandi di jalan Solo-Jogja timur Mapolsek Jogonalan. Warga menilai pembangunan hotel menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang kurang baik.

Advertisement

Ketua RW 003, Dukuh Ringinrejo, Desa Plawikan, Budi Prawoto, menceritakan informasi rencana pembangunan hotel diterimanya Januari lalu dari manajemen hotel. Ia lalu menggelar pertemuan bersama warga guna menyikapi hal itu.

“Ada salah satu warga pensiunan polisi dari kalangan sipil menolak karena pernah mendapati pasangan tak resmi dalam razia di hotel itu. Seluruh warga lantas sepakat menolak pembangunan hotel,” ujar dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (24/10/2017).

Advertisement

“Ada salah satu warga pensiunan polisi dari kalangan sipil menolak karena pernah mendapati pasangan tak resmi dalam razia di hotel itu. Seluruh warga lantas sepakat menolak pembangunan hotel,” ujar dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (24/10/2017).

Budi melanjutkan warga menolak lantaran khawatir timbul efek sosial karena image hotel dinilai kurang bagus. Tak hanya itu, pengoperasian sumur dalam dikhawatirkan berdampak ke lingkungan khususnya soal air tanah.

Persoalan lain adalah peningkatan arus lalu lintas orang karena aktivitas hotel. “Pada 11 Januari terbit surat penolakan warga ditandatangani oleh 43 orang. Surat pernyataan diserahkan ke kelurahan, kecamatan, Polsek Jogonalan, dan Koramil,” terang dia.

Advertisement

“Lalu, ada seorang lagi menemui saya mengaku utusan pemilik hotel. Hal senada disampaikan dan warga kukuh tetap menolak,” tutur Budi.

Sejak itu, pembangunan hotel berjalan dengan membangun tembok. Saat malam juga ada orang berkeliling menemui warga. Warga diminta tanda tangan sebuah surat dan mengaku menerima sejumlah uang dalam jumlah besar.

“Ada 13 warga yang awalnya menolak lalu mendukung dengan menandatangani surat itu,” beber dia.

Advertisement

Anggota staf manajemen Hotel Srikandi, Guntur Haryana, membenarkan soal rencana pembangunan hotel itu. Namun, berbeda dengan warga, dia berpendapat warga sekitar hotel menyambut baik pembangunan hotel tersebut.

Warga sempat meminta jalan samping hotel diperlebar supaya akses mudah. “Kami perlebar jalan itu satu meter sepanjang 25 meter. Total habis Rp3,5 juta kali 25 meter atau senilai Rp87,5 juta. Yang sekarang dilakukan itu bukan pembangunan hotel melainkan pemagaran,” terang Guntur saat ditemui Solopos.com di kediaman Kepala Desa Plawikan, Lilik Ratnawati, Selasa malam.

Ia mempertanyakan mengapa rencana pembangunan hotel itu ditolak. Padahal, tak jauh dari lokasi, hotel lain bakal dibangun.

Advertisement

“Padahal masih satu RW, hotel lain diizinkan, kenapa tempat saya tidak bisa? Saya minta disosialisasikan kepada warga soal pendirian hotel tapi mentok,” terang Guntur.

Hotel Srikandi memiliki jaringan 20 hotel di Klaten dan Jogja, 13 di antaranya ada di Klaten. Ia membenarkan ada timnya yang mendatangi rumah warga secara door to door. Langkah itu ditempuh karena upaya sosialisasi yang mentok.

Sosialisasi dari pintu ke pintu itu guna memastikan penolakan itu sebetulnya suara penolakan warga atau suara penolakan RT/RW. “Itu hanya sosialisasi, tidak ada kata menyetujui dan tidak menyetujui [dalam surat]. Memang ada sejumlah uang tali asih diberikan ke warga,” jelas dia yang enggan menyebutkan berapa nominal uang itu.

Kepala Desa Plawikan, Lilik Ratnawati, mengatakan tidak bisa memutuskan menolak atau menerima rencana pembangunan hotel. Ia menunggu hasil sosialisasi pendirian Hotel Srikandi yang bakal dihadiri juga oleh Muspika, Satpol PP, DLH, Disparbudpora, dan KPT, Kamis (26/10/2017), di balai desa setempat.

“Pada dasarnya Plawikan pro investasi. Tapi yang fair saja. Kalau satu disetujui, semua disetujui. Kalau enggak, enggak semua. Jangan sampai timbul kecemburuan mungkin karena ada muatan politik dan lainnya. Yang utama semua proses dilakukan sesuai prosedur yang berlaku,” ujar Kades.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif