Jogja
Selasa, 24 Oktober 2017 - 11:20 WIB

Penyedotan Pasir di Sungai Serang di Kulonprogo Resahkan Pengelola Wisata

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga terdampak proyek nasional di Kulonprogo mengeluhkan nasib bisnis wisata yang dikelolanya di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Depok, Sleman pada Senin (23/10/2017). (Harian Jogja/Sekar Langit Nariswari)

Pasalnya, ketika air laut pasang maka lahan parkir dan areal wisata tersebut akan terendam sehingga aktivitas ekonomi terhenti

Harianjogja.com, SLEMAN-Warga terdampak pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) dan Pelabuhan Tanjung Adikarta Kulonprogo mempertanyakan isu rencana penyedotan pasir di Sungai Serang kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Senin (23/10/2017). Penyedotan pasir ini dikhawatirkan akan memperburuk bisnis pariwisata yang dikelola di daerah tersebut.

Advertisement

Setidaknya 50 puluh warga Desa Karangwuni, Wates dan Glagah, Temon datang ke kantor yang berlokasi di Jl Solo, Depok, Sleman itu. Irawan Yogo, Kepala Bidang Organisasi Paguyuban Warga Terdampak Pantai Selatan (Patra Pansel) mengatakan, masyarakat resah karena adanya sejumlah alat penyedot pasir dengan kapasitas besar yang diparkir di sisi ruas jalan Daendels.

Alat tersebut diduga masyarakat akan digunakan untuk mengeruk pasir kembali untuk mencapai kedalaman ideal bagi pelabuhan yang terletak di Wates ini. Namun, warga setempat menilai pengerukan ini hanya akan mengganggu wisata setempat karena lokasinya yang berdekatan. “Jika disedot lagi, pasir yang dari arah barat akan ngalih, terkikis dan abrasi sehingga garis pantai makin mundur dan mengganggu wisata yang kami kelola,” jelas dia kepada wartawan.

Ia menguraikan jika bisnis wisata menjadi tempat bergantung warga saat ini pascalahan pertaniannya digerus proyek nasional berupa bandara dan pelabuhan. Namun, sektor wisata yang kini mulai menghidupi warga kembali diganggu dengan adanya isu pengerukan sedimentasi pelabuhan yang sudah dibangun sejak belasan tahun silam ini. Pasir yang terkikis membuat sejumlah warung dan lahan parkir yang dikelola warga terpaksa kukut.

Advertisement

Pasalnya, ketika air laut pasang maka lahan parkir dan areal wisata tersebut akan terendam sehingga aktivitas ekonomi terhenti. Hal ini dikatakan juga sudah merambah wilayah Laguna Glagah, yang tidak lain dampak dari abrasi tersebut. Terlebih lagi, beberapa waktu terakhir, kata Irawan, kunjungan wisatawan sendiri sudah semakin berkurang sejak proyek pembangunan bandara dimulai. “Kita sudah nerima-nerimakke, kita pun ngalah, ngaleh kok masih dirusuhi lagi,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif