Jogja
Selasa, 24 Oktober 2017 - 06:42 WIB

Pembangunan NYIA Tinggal Menghitung Hari, Penolakan Masih Terjadi

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Penolakan pembangunan bandara. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Masih ada 4% warga terdampak pembangunan bandara menolak konsinyasi.

Harianjogja.com, KULONPROGO— Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo mengungkapkan, sebagian warga terdampak pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) masih menolak digusur dan menerima uang ganti rugi pembebasan lahan yang dititipkan pemerintah di pengadilan (konsinyasi).

Advertisement

Hasto Wardoyo menghitung, total warga yang masih enggan menerima konsinyasi sebanyak 4%. Ia meyakini, tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan Pemkab dan Angkasa Pura I selaku operator bandara baru, selain melakukan pendekatan tambahan. Yaitu dengan cara melihat kasus warga satu per satu, untuk membuat mereka berubah pikiran.

Ia juga memandang perlu untuk mengurai apa yang sebetulnya membuat warga belum mau menerima konsinyasi, termasuk juga masalah warga yang belum pindah.

Padahal kata dia, warga harus segera pindah dari lokasi tempat tinggal mereka saat ini yang terkena pembangunan bandara. Pasalnya, mulai November hingga Desember merupakan agenda padat pembangunan NYIA.

Advertisement

Disinggung mengenai persoalan mata pencaharian warga yang berubah seusai relokasi, ia menyatakan Pemkab telah memetakan sejak awal, mendata dan menginventarisir, mengenai apa yang akan dilakukan oleh warga setelah relokasi. Data yang disusun berdasarkan kuesioner yang diisi warga terdampak itu, telah disusun sejak 2016, lewat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

“Data itu akan kami buka, siapa dan mau melakukan apa. Kami akan bergerak lewat data base itu,” ungkapnya.

Baca Juga : BANDARA KULONPROGO : 400 Hektare Lahan Bandara Sudah Bersih

Advertisement

Salah satu warga Dusun Ngringgit, Desa Palihan, Kecamatan Temon, Sajuri menuturkan, dirinya diminta pemerintah segera hengkang dari kediamannya paling lambat pada 24 Oktober 2017. Sedangkan pada 25 Oktober 2017, alat berat akan datang dan menghancurkan rumah mereka. Sehingga apabila pada tanggal itu warga masih bertahan dan barang-barang mereka ada di dalam rumah, maka hal itu akan menjadi risiko yang harus ditanggung sendiri oleh warga.

Sajuri yang dijumpai sedang mengeluarkan barang-barangnya dari rumah itu menambahkan, sesungguhnya rumahnya yang baru di lahan relokasi Janten belum layak huni. Hanya saja setidaknya rumah itu sudah 75% bisa ia gunakan untuk berteduh bersama keluarga.

“Rasanya berat mau meninggalkan rumah ini, karena sudah 26 tahun tinggal di sini. Saya takut dengan peraturan pemerintah, karena akan digunakan untuk membangun bandara internasional,” ungkap Sajuri.

Diberitakan sebelumnya, menurut data Angkasa Pura I,pengadaan lahan melalui proses konsinyasi atau pemutusan perkara dan pemberian ganti rugi melalui pengadilan, dilakukan terhadap sekitar 350 bidang tanah warga. Project Manager Pembangunan NYIA, PT Angkasa Pura I, Sujiastono mengatakan sebanyak 66 dari 248 bidang yang telah teregister atau terdaftar masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Wates, sedangkan 182 bidang lainnya sudah mendapat putusan. Artinya uang ganti rugi untuk 182 bidang tanah tersebut sudah bisa diambil atau dicairkan oleh warga.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif