News
Senin, 23 Oktober 2017 - 20:30 WIB

Aa Gym & Rizieq Lebih Jadi Panutan, Muhammadiyah Kaget

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aa Gyn saat mengisi ceramah di masjid UGM, Sabtu (18/1/2014). (JIBI/harian jogja/Abdul Hamid Razak)

Munculnya Aa Gym, Mamah Dedeh, dan Rizieq Shihab yang lebih jadi panutan masyarakat dinilai Muhammadiyah mengejutkan.

Solopos.com, SOLO — Survei Alvara Research Center menemukan bahwa kalangan kelas menengah seperti pegawai negeri sipil, karyawan BUMN, dan profesional swasta lebih mengikuti para dai populer daripada ulama senior. Bahkan, Rizieq Shihab lebih menjadi panutan daripada Quraisy Shihab dan Mustafa Bisri (Gus Mus).

Advertisement

Rizieq dipilih 13,6% responden dan berada di urutan tiga setelah Mamah Dedeh dan Abdullah Gymnastiar (AA Gym) yang menjadi panutan masing-masing 25,3% dan 17,6% responden. Untuk penilaian kategori kedalaman ilmu, Quraish berada di posisi ketiga setelah AA Gym dan Mamah Dedeh. Rizieq sendiri berada di urutan ke-11.

Menanggapi riset itu, Sekretaris Majelis Hukum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq mengaku terkejut karena ulama otoritatif seperti Quraish bukan panutan utama. Padahal, mayoritas responden terafiliasi dengan NU dan Muhammadiyah.

“Seharusnya kan yang jadi panutan dari dua ormas itu. Tapi kok malah Mamah Dedeh, AA Gym, atau Rizieq yang ilmunya bak bumi dan langit dengan Quraish?” kata Fajar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (23/10/2017). Baca juga: Ternyata! Rizieq Lebih Dianut daripada Quraish Shihab.

Advertisement

Fajar meyakini fenomena tersebut didorong perilaku pengelola media khususnya televisi yang gandrung dai-dai muda. Di saat bersamaan, dia membenarkan bahwa ormas moderat lebih lambat melahirkan mubaligh baru yang lebih komunikatif.

“Regenerasi di Muhammadiyah tak bagus juga. Rata-rata mubaligh di atas 30 tahun, jarang yang ada di bawah umur itu,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Kajian Pengembangan SDM (Lakpesdam) Pengurus Besar NU Rumadi Ahmad mengamati saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam memandang ulama. Dahulu, kata dia, seorang kiai dianggap otoritatif bila memiliki rekam jejak dan bidang keilmuan tertentu.

Advertisement

“Tapi kini, para dai datang entah dari mana, apakah baik atau tidak, tiba-tiba menjadi rujukan keagamaan,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif