Jogja
Minggu, 22 Oktober 2017 - 08:20 WIB

Sebulan, 60 Hektare Sawah di Sleman Hilang

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang petani berjalan di antara areal pertanian padi dan jagung di lahan seluas 1,5 hektare yang akan jadi lokasi pabrik beras organik di Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen, Minggu (28/5/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Lahan pertanian di Sleman susut puluhan hektare.

Harianjogja.com, SLEMAN— Sebanyak 60 hektare lahan pertanian di Sleman dipastikan hilang setiap bulannya.

Advertisement

Diperkirakan luasan lahan pertanian yang hilang itu lebih besar, karena angka 60 hektare itu merupakan alih fungsi yang bersifat legal. Alih fungsi yang ilegal diperkirakan jumlahnya lebih besar.
Kepala Seksi Tanaman, Dinas Pertanian, Pangan, Perikanan Sleman, Aris Wibowo mengatakan, luas peralihan lahan bervariasi setiap bulannya.

“Kurang lebihnya sekitar 60 hektare per bulan secara keseluruhan, yang legal,” katanya kepada Harian Jogja di kantornya, Jumat (20/10/2017). Sebagian besar lahan pertanian beralih menjadi kawasan permukiman, pabrik, dan gudang.

Menurutnya, jumlah ini relatif sama selama beberapa tahun belakangan meski sedikit ada penurunan tren. Penurunan ini disebabkan adanya moratorium pendirian hotel, apartemen, dan kondotel yang dilaksanakan pada 2015 lalu. Adanya moratorium itu menjadikan jumlah peralihan lahan sedikit berkurang khususnya yang sifatnya untuk ruang usaha.

Advertisement

Selain itu, kata Aris, lembaganya tak bisa mendata peralihan lahan yang sifatnya tak berizin atau tidak sesuai peruntukan wilayah. Dalam beberapa kasus, ujar Aris, peralihan lahan ilegal dilakukan oleh masyarakat umum yang kemudian mengubah tanah pertaniannya menjadi ruko atau rumah yang disewakan. “Alih fungsi pribadi itu yang banyak ngeyel,” katanya. Sedangkan untuk tujuan usaha seringkali tetap mengupayakan izinnya sampai selesai karena berkaitan dengan nilai investasi.

Sekretaris Dinas Pertanian Pangan Perikanan Sleman Suwandi Aziz mengatakan, peralihan lahan banyak terjadi di Kecamatan Mlati, Ngaglik, Depok, Gamping, Kalasan dan Berbah. Tingkat peralihannya cukup tinggi karena wilayah tersebut merupakan luberan dari areal perkotaan. Untuk Kecamatan Berbah sendiri, Aziz menyatakan, peralihannya cenderung lebih lambat dibandingkan wilayah utara dan barat Sleman.

Menurutnya, salah satu yang memicu peralihan lahan ini adalah pembangunan infrastruktur jalan hingga ke pelosok. Ketersediaan akses jalan ini, kemudian memicu aktivitas ekonomi salah satunya dengan mencaplok lahan pertanian. “Kami kan juga tidak bisa menghindari perkembangan,” katanya.
Saat ini, lahan pertanian terbesar di Sleman berada di Kecamatan Moyudan dan Minggir meski juga tetap terancam dengan pesatnya perkembangan kota.

Advertisement

Salah satu yang coba dilakukan pemerintah daerah ialah dengan membuat Raperda Verifikasi Lahan Pertanian Berkelanjutan untuk melindungi 12.400 hektare lahan pertanian. Luasan yang menyebar di 17 kecamatan ini akan dipertahankan terus dengan adanya regulasi tersebut. Aziz menerangkan, saat ini perda tersebut sudah masuk dalam tahap penyusunan draft dan diharapkan bisa disahkan pada 2018.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif