Kolom
Sabtu, 21 Oktober 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Eropa pun Galau Ihwal Media Sosial

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ahmad Djauhar

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Senin (16/10/2017). Esai ini karya Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Solopos dan Wakil Ketua Dewan Pers. Alamat e-mail penulis adalah djauhar@bisnis.com.

Solopos.com, SOLO — Kegalauan ihwal media sosial kini melanda hampir seluruh negara di dunia, tak terkecuali negara-negara di Eropa.

Advertisement

Sebagai salah satu sumber teknologi maju yang berkontribusi pada dunia online dan demokrasi, negara-negara di Eropa tidak dapat menutupi rasa galau tersebut.

Kegalauan itu tercermin dalam berbagai perbincangan pada Konferensi Tahunan Aliansi Dewan Pers Independen Eropa atau AIPCE yang digelar di Budapest, Hungaria, pekan lalu.

Advertisement

Kegalauan itu tercermin dalam berbagai perbincangan pada Konferensi Tahunan Aliansi Dewan Pers Independen Eropa atau AIPCE yang digelar di Budapest, Hungaria, pekan lalu.

Tidak hanya negara berkembang yang terimbas oleh usikan (disruption) akibat berkembang pesatnya media sosial berbasis Internet. Sejumlah tokoh media di Eropa mengalami fenomena serupa.

Melalui sarana online (dalam jaringan atau daring) itulah berbagai jenis ”penyakit media sosial” meruyak, misalnya ujaran kebencian (hate speech), kabar sesat (hoaks), perisakan (bullying), dan sebagainya yang tidak jarang menimbulkan bencana informasi di dunia nyata.

Advertisement

Sangat dimungkinkan terjadinya bencana informasi yang berpotensi mengganggu keberlangsungan proses demokratisasi untuk mengejar ketertinggalan mereka dari Eropa Barat maupun Eropa Utara yang relatif lebih maju.

Selain menghadapi kuatnya perembesan media sosial, negara-negara tadi juga masih  menghadapi persoalan mendasar, yakni pendanaan bagi penguatan berbagai institusi pendukung demokratisasi karena sejumlah pemerintahan di negara tersebut masih berkeinginan memiliki kekuasaan mutlak dan tidak menginginkan kebebasan pers.

Tidak hanya sekali ini kegalauan itu dikedepankan oleh komunitas media di Eropa. Pada kongres media cetak dunia yang diselenggarakan oleh WAN-IFRA di Turin beberapa waktu lalu kegundahan senada—meskipun lebih dititikberatkan pada aspek ekonomi dan kesempatan berbisnis—juga dikeluhkan oleh asosiasi media di Eropa yang menyatakan pemerintah Uni Eropa tidak terlalu hirau menanggapi sisi negatif perkembangan media berbasis teknologi informasi itu.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Perkembangan media sosial yang didominasi Amerika Serikat

Didominasi Amerika Serikat

Advertisement

Perkembangan media sosial yang hampir didominasi oleh Amerika Serikat itu selain berimbas pada perilaku sosial juga berpengaruh pada kehidupan media di Eropa mengingat ide dan informasi yang lebih dominan adalah yang berasal dari Amerika Serikat.

Hal itu tentu saja menciptakan ketidakseimbangan baru dalam perikehidupan sosial masyarakat Eropa. Mereka bahkan secara ekstrem meminta Uni Eropa bertindak lebih tegas terhadap perilaku raksasa Internet seperti Google, Facebook, Twitter dan sebagainya yang cenderung tidak memberikan kesempatan bagi para pendatang baru maupun pelaku bisnis dari luar Amerika Serikat.

Mereka menilai korporasi teknologi komunikasi dan informasi itu bertindak di luar batas dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi berbagai potensi. Coba bayangkan, potensi iklan yang dulunya dinikmati pelaku usaha media di seluruh dunia itu kini praktis hilang dengan kehadiran raksasa teknologi dari Amerika Serikat itu.

”Kemampuan mereka menyedot iklan dari hampir seluruh dunia melalui media berbasis teknologi mereka sangat efektif mengeruk penonton,” kata salah seorang ketua asosiasi media dari Jerman.

Memang benar, dengan kemampuan teknologi informasi mereka yang sangat andal, Facebook misalnya, kini mampu menyedot jumlah pengunjung sedikitnya dua miliar pasang mata per hari. Tidak kurang dari lima miliar konten video Youtube, anak usaha Google, ditonton orang di seluruh jagat setiap hari.

Dari praktik berbisnis seperti itu, sejumlah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat mampu mengeruk kue iklan dari hampir seluruh dunia dan tentu saja hal ini membuat pemerintah di berbagai negara naik pitam.

Pelaku teknologi ini dapat dengan mudah menghindari pajak dari negara-negara tempat mereka berjualan karena uang dari klien seolah-olah mengalir begitu saja ke kantung mereka tanpa terhambat aturan pajak di banyak negara tadi.

Mungkin akan timbul pertanyaan kalau di Eropa saja, yang komunitasnya dianggap sudah relatif maju, masih menghadapi berbagai persoalan berkaitan dengan perkembangan media sosial, bagaimana halnya dengan negara-negara di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan sebagainya?

Jawabannya adalah memang memprihatinkan. Persoalan media sosial tampaknya akan menjadi laten dan sangat berpotensi untuk mengubah kembali tatanan dunia yang bagi sejumlah bangsa dianggap masih jauh dari ideal maupun adil ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif