Entertainment
Jumat, 20 Oktober 2017 - 20:36 WIB

Ritual Tani dalam Ketoprak Kidung Dewi Sri

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seniman mementaskan ketoprak yang berjudul Kebo Kinul dengan lakon Kidung Dewi Sri pada malam penutupan Pentas Seni Budaya Bulan Sura 2017 di Museum Keris Nusantara, Solo, Kamis (20/10/2017) malam. (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Pentas ketoprak berjudul Kidung Dewi Sri oleh Sanggar Seni Jagad Sukoharjo, Kamis (20/10/2017) malam bertempat di halaman Museum Keris Solo.

Solopos.com, SOLO--Mantra berisi doa-doa untuk kesuburan tanah dan keberhasilan pertanian yang termanifestasi dalam sosok Dewi Sri mulai dipanjatkan. Disusul komposisi musik bambu dan gamelan yang mengiringi pujian dalam bentuk tembang tersebut. Satu per satu, penari berkostum bahan dasar jerami padi bermunculan ke atas panggung. Mereka bergerak bebas penuh suka cita menyambut masa panen telah tiba.

Advertisement

Pesta panen raya dengan suguhan ritual Kebo Kinul tersebut menjadi pengujung pentas ketoprak berjudul Kidung Dewi Sri oleh Sanggar Seni Jagad Sukoharjo, Kamis (20/10/2017) malam. Bertempat di halaman Museum Keris Solo, penutup malam Seni Budaya Bulan Suro 2017 ini disambut meriah.

Beberapa penonton ikut menari bersama di panggung hingga pukulan musik bambu selesai didendangkan. Mereka ikut meramaikan tradisi perayaan panen yang pernah menjadi pernah berjaya di Sukoharjo tersebut.

“Dulu tradisi Kebo Kinul sering digelar masyarakat Sukoharjo untuk merayakan panen dan ritual pertanian lain. Sekarang ini tradisi itu sudah jarang digelar. Namun masih sering kami pentaskan di acara-acara kesenian sebagai bentuk nguri-uri budaya,” kata sutradara sekaligus pemilik sanggar, Joko Ngadimin, Kamis.

Advertisement

Sadar Alam

Ajakan mencintai alam yang terkandung dalam pentas Kebo Kinul ini bahkan diapresiasi masyarakat luar negeri. Joko mengatakan pernah membawanya keliling pentas Eropa beberapa tahun lalu meski tidak disajikan secara utuh.  Lebih lanjut, ia, menyebutkan sadar ekologi yang diajarkan para petani zaman dulu lewat pentas tersebut mulai luntur.

Padahal kebiasaan petani yang mengandalkan perhitungan alam seperti berdoa di sawah saat tengah malam, masa panen berdasarkan kalender Jawa, serta penggunaan pupuk kandang diapresiasi masyarakat luar. Ketidakpedulian masyarakat terhadap alam dan penggunaan pestisida berlebihan itu juga yang menjadi materi pentas mereka. Kemajuan teknologi tidak berbanding lurus dengan kepedulian petani terhadap lingkungan sekitar.

Advertisement

Hasilnya banyak serangan hama tanaman yang bahkan sulit dicari titik lemahnya. “Soal serangan hama, pertanian yang enggak ramah lingkungan. Itu menjadi materi dialog ketoprak kami,” tambah dia.

Di akhir acara pentas juga dimeriahkan penampilan seniman senior Solo dari Ketoprak Srawung. Mengusung lakon Keris Mataram, mereka ingin mengedukasi masyarakat tentang kekuatan keris. Yang tak hanya sebagai karya seni tetapi juga mengandung energi positif yang mahadaya.

“Energi tentram, membawa kewibawaah, dan lainnya, Jadi enggak hanya karya seni yang bisa dikoleksi,” kata budayawan Solo St Wiyono yang juga terlibat sebagai pemain.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif