Jogja
Jumat, 20 Oktober 2017 - 12:55 WIB

Perppu Ormas Dinilai Sarat Nuansa Politik, Kok Bisa?

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana seminar hukum yang digelar di Ruang Sidang Lantai Ketiga Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Tamansiswa Kota Jogja, Kamis (19/10/2017). (Harian Jogja/Sunartono)

“Saya katakan ini kajian hukum kritis, dalam pembuatan pelaksanakan penegakan selalu tersembunyi, saya katakan tersembunyi, tidak mungkin agenda politik diucapkan blak-blakan vulgar disampaikan kepada publik”

Harianjogja.com, JOGJA-Akademisi hukum mengkritisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dalam seminar hukum yang digelar di Ruang Sidang Lantai Ketiga
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Tamansiswa Kota Jogja, Kamis (19/10/2017). Dalam diskusi tersebut Perppu itu dianggap sarat dengan nuansa politik dan cenderung dipaksakan oleh pemerintah.

Advertisement

Guru Besar Fakultas Hukum UGM Profesor Sudjito dalam seminar itu menyatakan, perspektif teori hukum kritis, semua perundangan memang tidak pernah netral. Melainkan sarat kepentingan keberpihakan golongan tertentu. Begitu juga dengan Perppu No.2/2017 dapat digolongkan sebagai formalisasi hukum atau upaya merasionalkan dan melegitimasi tindakan elit penguasa yang dianggapya menganggu kepentingan politiknya.

Menurutnya, penguasa ingin melakukan hegemoni,  bahkan tidak segan melibatkan, memanggil para akademisi mitra kerjanya untuk memberikan dasar ilmiah sehingga Perppu ini tidak sekedar politis, tetapi secara akademis pun bisa  dipertanggungjawabkan. Ada akademisi yang setuju memberikan justifikasi namun ada yang kontra terhadap pendapat para
akademisi mitra pemerintah.

Setelah ada dukungan para akademisi, Perppu pun langsung disahkan. “Maka tidak dalam waktu lama Perppu itu diterapkan, dilaksanakan, HTI adalah ormas pertama kali terkena pemberlakuan. Ormas mana yang kemudian menyusul, saya tidak tahu, saya tidak bisa memprediksi,” terangnya dalam seminar tersebut.

Advertisement

Sudjito mengatakan, Perppu tersebut saat ini bergulir bukan persoalan hukum semata, tetapi bergeser pada persolalan politik apalagi bola panas saat ini ada di lembaga politik, dalam hal ini DPR. Di lembaga itu sangat terbuka kemungkinan menyetujui atau menolak tergantung dengan kekuatan politik di lembaga tersebut.  Perlu diingat, kata dia, dalam perspektif kajian hukum kritis Perppu ormas merupakan produk politik yang pembuatan, pelaksanan hingga penegakannya tersembunyi agenda politik.

“Saya katakan ini kajian hukum kritis, dalam pembuatan pelaksanakan penegakan selalu tersembunyi, saya katakan tersembunyi, tidak mungkin agenda politik diucapkan blak-blakan vulgar disampaikan kepada publik. Pers rilis dari Menkopulhukam sulit untuk diterima bahwa itu sebuah ketulusan kejujuran sebagai negarawan belum tentu karena bagaimanapun menteri bahkan presiden sekalipun itu petugas partai,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif