Jatim
Jumat, 20 Oktober 2017 - 22:12 WIB

KISAH TRAGIS : Alami Sindrom Langka, Bocah Madiun Ini Hanya Punya 3 Jari Tangan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Parsinem menggendong anaknya Ahmad Rifki Ariwikri yang mengalami Cornelia de Lange Syndrome di rumahnya, Kabupaten Madiun, Jumat (20/10/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Kisah tragis, seorang bocah laki-laki berusia tiga tahun mengalami sindrom aneh dan jantung bocor.

Madiunpos.com, MADIUN — Sungguh miris yang dialami bayi laki-laki bernama Ahmad Rifki Ariwikri, 3, asal Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, ini. Bayi tersebut terlahir dengan Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) dan mengalami jantung bocor.

Advertisement

Putra pasangan Kamini dan Parsinem ini mengalami pelambatan dalam perkembangan. Saat ditemui di rumahnya di RT 006/RW 001 Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Jumat (20/10/2017), Ahmad terus digendong ibunya sambil terus menangis.

Suara tangisannya lirih. Tangan kanan Ahmad hanya mempunyai satu jari yaitu jari telunjuk. Sedangkan tangan kirinya hanya ada dua jari yaitu jempol dan telunjuk sehingga membentuk seperti huruf V.

Advertisement

Suara tangisannya lirih. Tangan kanan Ahmad hanya mempunyai satu jari yaitu jari telunjuk. Sedangkan tangan kirinya hanya ada dua jari yaitu jempol dan telunjuk sehingga membentuk seperti huruf V.

Bulu matanya tampak panjang dan lentik. Sedangkan bulu alis matanya seperti menyambung. Parsinem menuturkan biasanya Ahmad takut melihat orang asing.

Dia menuturkan pertumbuhan Ahmad sangat lambat dan berat badannya kini hanya sekitar 5 kg. Anaknya itu juga menderita hernia dan jantung bocor. Jantung Ahmad bocor sekitar tiga milimeter.

Advertisement

“Sebenarnya anaknya lahir sudah mengalami Cornelia de Lange Syndrome. Tetapi saat itu perawat yang membantu persalinan tidak memberi tahu karena takut saya kaget,” kata Parsinem.

Sepuluh hari setelah kelahiran anaknya itu, perawat baru memberi tahu dia bahwa Ahmad menderita CdLS. Ahmad seharusnya dirawat secara rutin di RSUD dr. Soetomo Surabaya. Namun, karena ketiadaan biaya akhirnya hanya dirawat di rumah.

Terakhir kali Ahmad dirawat di RSUD dr. Soetomo yaitu pada Maret 2017. “Kalau kata dokter harusnya tiga bulan sekali diperiksakan ke RS. Tapi saya tidak ada biaya, jadi tidak saya bawa ke Surabaya,” ujar ibu rumah tangga ini.

Advertisement

Mengenai biaya perawatan dan berobat di RSUD dr. Soetomo sebenarnya gratis karena dirinya ikut BPJS Kesehatan mandiri. Tetapi, yang jadi masalah yakni biaya transportasi dan penginapan selama di Surabaya.

“Saya kalau ke Surabaya harus sewa kendaraan. Soalnya kondisi fisik anak saya lemah. Sebulan sekali, Ahmad pasti mengalami diare, panas, batuk pilek,” kata Parsinem.

Untuk berobat di Puskesmas, justru pihak Puskesmas yang tidak berani menanganinya karena anaknya mengalami jantung bocor. Dia terkadang membawa Ahmad ke dokter anak dan harus mengeluarkan biaya sekitar Rp250.000.

Advertisement

Untuk kebutuhan hidup, dia mengaku hanya mengandalkan penghasilan dari suaminya yang bekerja sebagai buruh tani di Kalimantan. Setiap bulan, suaminya mengirim uang sekitar Rp1 juta. Uang tersebut habis untuk membeli susu Ahmad dan kebutuhan sekolah anak pertamanya, Rehan Eka Rivaldi, 13, yang mondok di ponpes Ponorogo.

Selain itu, uang tersebut juga untuk membayar iuran BPJS Kesehatan senilai Rp102.000 untuk empat orang. “Sebelum Ahmad lahir, saya bekerja sebagai penjahit. Penghasilan tambahan itu lumayan untuk menambah perekonomian keluarga. Tetapi, saat ini saya tidak bisa menjahit karena harus mengurus Ahmad,” jelas Parsinem.

Namun sesulit apa pun, dia mengaku ikhlas menerima keadaan tersebut. Dia berharap kondisi kesehatan anaknya bisa membaik dan bisa bermain seperti anak pada umumnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif