Jogja
Jumat, 20 Oktober 2017 - 15:40 WIB

Ada Bara Konflik di Sungai Progo

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sarijo (kanan) dan beberapa warga Dusun Talkondo memprotes keras rencana pemasangan tanda batas di lokasi penambangan tepi Sungai Progo, Selasa (13/6/2017). (Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)

Penumpukan material tambang di tengah sungai picu konflik.

Harianjogja.com, BANTUL— Penumpukan batu koral sisa penambangan pasir di Sungai Progo telah memicu ketegangan antara penambang modern dengan penambang pasir tradisional.

Advertisement

Ketua Kelompok Penambang Progo (KPP),Junianto mengatakan, penumpukan sisa material tambang di Sungai Progo tidak hanya dilakukan oleh PT Pasir Alam Sejahtera (PAS) saja. Praktik tersebut kata dia dilakukan oleh mayoritas penambang pemegang Izin Usaha Penambangan (IUP) di sepanjang aliran Sungai Progo yang notabene merupakan penambang modern dengan alat berat.

Akibat praktik tersebut, aliran Sungai Progo tak lagi normal, melainkan berbelok ke timur dan perlahan menggerus bantaran sungai. Di Desa Poncosari, Srandakan, Bantul, sebanyak 150 hektare lahan pertanian di Srandakan terancam tenggelam akibat ulah tak bertanggungjawab tersebut.

Menurut dia, selain mengikis sempadan sungai yang membahayakan lahan pertanian, dampak penumpukan material tersebut juga dirasakan langsung oleh penambang tradisional. Menurutnya aliran sungai yang terpusat ke timur, membuat arus sungai menjadi deras dan menyulitkan penambang tradisional bekerja.

Advertisement

Junianto menilai penumpukan material tersebut dikarenakan pihak pemegang IUP ogah mengeluarkan banyak biaya untuk merekayasa aliran air sungai agar tetap bisa mengalir. Sebab berdasarkan pemantauannya, tumpukan material tidak hanya digunakan untuk menambang saja tapi juga sebagai lalu lintas truk ataupun alat berat yang digunakan untuk mengangkut pasir. “Padahal harusnya mereka bisa memasang gorong-gorong. Itulah mereka cuma kejar keuntungan saja,” kata Junianto, Kamis (19/10/2017)

Lebih lanjut, Junianto menyebut, hal ini sudah terjadi sekitar setengah tahun terakhir. Gesekan antar penambang tradisional dengan penambang pemegang IUP sudah sering terjadi. Pihaknya juga telah berkali-kali melakukan audiensi ke pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan konflik ini. Bara tersebut berpotensi memicu konflik lebih besar apabila tak diselesaikan secepatnya.

Sementara itu, Rofiandi, Direktur Utama PT PAS mengatakan sudah menyiapkan tenaga kerja untuk membersihkan tumpukan itu. Tenaga kerja di lokasi tersebut akan diinstruksikan untuk segera membersihan batu koral yang dipermasalahkan.

Advertisement

“Ada beberapa tumpukan saja, hari ini sudah akan dibersihkan,” janjinya. Ia mengakui keluhan tersebut sudah pernah disampaikan langsung oleh beberapa pihak kepadanya, termasuk oleh warga. Hanya saja, ia berdalih butuh waktu untuk membersihkan material tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif