News
Kamis, 19 Oktober 2017 - 13:15 WIB

1.000 PRT akan Berkirim Surat ke Jokowi untuk Minta Perlindungan

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi demonstrasi. (Harian Jogja-Desi Suryanto)

Para PRT memperjuangkan pembahasan RUU Perlindungan PRT.

Solopos.com, JAKARTA — Perlindungan kepada para pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia dinilai belum adalah kejelasan. Oleh sebab itu, sebanyak 1.000 pekerja rumah tangga (PRT) akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan perlindungan kepada mereka melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Advertisement

“Surat-surat tersebut akan kami serahkan kepada Presiden Jokowi melalui Kementerian Sekretariat Negara pada Jumat [20/10/2017], tepat tiga tahun Pemerintahan Presiden Jokowi,” kata Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini, di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Lita mengatakan situasi kerja yang dihadapi para PRT di Tanah Air masih jauh dari layak dan tidak terlindungi. Mereka kerap tidak mendapatkan hak libur, kesempatan untuk berorganisasi, dan jaminan sosial.

“Belum lagi kasus PRT yang tidak dibayar upahnya dan beberapa kasus kriminal yang dialami seperti penyekapan, penyiksaan dan kekerasan seksual,” bebernya.

Advertisement

Menurut Lita, sudah 13 tahun dan tiga periode pemerintahan dan DPR, belum juga disepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) PPRT menjadi program legislasi nasional di DPR.

Padahal, lanjut dia, para PRT di seluruh Indonesia sempat menaruh harapan pada DPR periode 2009-2014 karena sudah sempat mewacanakan RUU PPRT. Bahkan, sudah ada beberapa anggota DPR yang dikabarkan melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina pada 2012.

“Naskah RUU PPRT kabarnya sudah disiapkan dan diserahkan ke Badan Legislasi DPR. Namun, akhirnya pembahasan naskahnya dihentikan oleh Badan Legislasi DPR,” ujar Lita.

Advertisement

Para PRT pun kemudian berharap pada DPR periode 2014-2019. Namun, Lita menilai DPR periode tersebut justru mengalami kemunduran karena tidak terlihat sama sekali niatan untuk membahas RUU tersebut.

“PRT dibutuhkan, tetapi nasibnya betul-betul dipinggirkan dan didiskriminasi. Revolusi mental yang digaung-gaungkan justru memperlihatkan situasi yang kental dengan feodalisme,” katanya lagi.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif