Jogja
Rabu, 18 Oktober 2017 - 10:55 WIB

Ini Pantangan Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Sebelum Menyentuh Pusaka

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Abdi dalem Kraton sedang mengeringkan kereta Kanjeng Nyai Jimat seusai dijamasi atau dicuci di halaman Museum Kereta, Selasa (17/10/2017). (Ujang Hasanudin)

Ratusan warga memadati halaman Museum Kereta Kraton, yang terletak di pojok Alun-alun Selatan

Harianjogja.com, JOGJA– Jamasan kereta pusaka Kraton Ngaygyakarta digelar kembali, di pojok Alun-alun Selatan, Selasa (17/10/2017).

Advertisement

Ada dua kereta pusaka yang dijamasi, yakni Kanjeng Nyai Jimat dan Kyai Manik Retno. Namun selain dua kereta tersebut, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjamasi semua pusaka secara tertutup.

Saking tertutupnya, selama dua hari ini Kraton tertutup untuk wisatawan. Kanjeng Nyai Jima dan Kyai Manik Roro selama ini tersimpan di mueum.

Advertisement

Saking tertutupnya, selama dua hari ini Kraton tertutup untuk wisatawan. Kanjeng Nyai Jima dan Kyai Manik Roro selama ini tersimpan di mueum.

Kanjeng Nyai Jimat merupakan kendaraan yang sempat digunakan pada Hamengku Buwono I. Kereta yang ditarik delapan kuda itu merupakan buatan Belanda sekitar 1700an.

Setiap tahun kereta tersebut dibersihkan. Waktu pembersihannya antara Jumat dan Selasa Kliwon. Meski sudah banyak yang mengelupas dibagian kayunya, namun kereta tersebut masih dapat berjalan.

Advertisement

Sementara Kyai Manik Retno merupakan kereta yang digunakan HB IV sebagai kendaraan untuk jalan-jalan. Kereta tersebut dibuat di Belanda sekitar 1815an. “Kali ini yang mengiringi Kanjeng Nyai Jimat adalah Kyai Manik Retno,” kata Wedono Rono Wiratmo, salah satu abdi dalem disela-sela jamasan. Biasanya pengiring Nyai Jimat tiap tahunnya berbeda-beda.

Sebelum prosesi jamasan dimulai, malam harinya abdi dalem menggelar selamatan atau tirakatan di dalam museum. Tirakatan yang berlangsung sampai tengah malam ini juga dihadiri banyak masyarakat Jogja mau pun luar kota. Paginya lantunan doa-doa dipanjatkan hanya oleh para abdi dalem yang bertugas menjamasi.

Sejak prosesi doa dimulai aroma dupa mulai menyeruak sampai luar museum. Dari luar museum masyarakat semakin bertambah banyak. Meski hujan turun sejak pagi, namun tak menyurutkan mereka untuk tetap mendekat ke Kereta Kanjeng Nyai Jimat. Sebagian besar mereka membawa tempat air dari dirigen, botol, dan plastik.

Advertisement

Abdi dalem Penewu Joyo Wintoro mengatakan sejak dulu banyak masyarakat yang menantikan air bekas jamasan Kanjeng Nyai Jimat.

Jamasan Nyai Jimat dibuka untuk umum sejak 1985 lalu. Saat itu Joyo Wintoro sudah menjadi abdi dalem di Kraton. Tidak hanya masyarakat, abdi dalem termasuk dirinya mempercayai apa yang diyakini masyarakat.

Pada 1998 lalu ia menyaksikan ada warga dari Wonosobo dalam keadaan lumpuh datang dalam prosesi jamasan, kemudian kakinya diletakkan di bawah kereta. “Percaya atau tidak, itu langsung sembuh,” katanya.

Advertisement

Selain itu, abdi dalem yang ditugaskan untuk menjamasi Nyai Jimat sebisa mungkin dalam keadaan suci. Pada Suro 17 tahun lalu, ia lupa malam hari sebelum jamasan dirinya sempat berhubungan badan bersama isteri. Paginya seperti biasa ia bersuci kemudian menjamasi pusaka Nyai Jimat.

“Tidak ada apa-apa saya langsung jeblag [pingsan],” ucapnya. Sejak saat itu sehari sebelum jamasan Nyai Jimat, ayah dari tiga anak ini pantang untuk berkumpul dengan isteri.

“Sebisa mungkin tidak menyentuh isteri sebelum menjamasi pusaka,” kata Joyo. Ia menegaskan kejadian itu merupakan pengalaman pribadinya.

“Abdi dalem lainnya juga memiliki pengalaman beda-beda,” tandasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif