Jogja
Senin, 16 Oktober 2017 - 22:42 WIB

Nasi Tiwul, Makanan Pokok yang Berubah Jadi Obat Kangen

Redaksi Solopos.com  /  Bhekti Suryani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Waginem, pedagang tiwul di Pasar Semin sedang melayani salah seorang pembeli, Sabtu (15/10/2017). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Nasi tiwul tak lagi jadi makanan pokok.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDULNasi tiwul menjadi tengara berubahnya pola konsumsi masyarakat di Gunungkidul. Pangan yang dibuat dari singkong itu pernah menjadi makanan pokok yang mengisi dapur keluarga di kabupaten ini. Kini fungsinya berubah, bukan sebagai penumpas lapar, melainkan obat kangen.

Advertisement

Sudarti dan Wisnu Prasetyo adalah bagian dari Baby Boomers, generasi yang melewati masa kecil pada dekade 50 dan 60-an yang merasakan pahitnya kehidupan pada masa-masa awal kemerdekaan. Mereka adalah anggota kelompok yang sering menceritakan era ketika beras menjadi sebuah kemewahan yang berada di piring setiap waktu makan tiba.

Sudari masih ingat masa kecilnya sekitar 40 tahun silam. “Saya hanya makan nasi putih saat ada orang punya hajat. Setiap hari kami makan nasi tiwul atau umbi-umbian yang didapatkan dari kebun,” ujar pedagang di Pasar Candirejo, Kecamatan Semin, Gunungkidul, Sabtu (14/10/2017).

Advertisement

Sudari masih ingat masa kecilnya sekitar 40 tahun silam. “Saya hanya makan nasi putih saat ada orang punya hajat. Setiap hari kami makan nasi tiwul atau umbi-umbian yang didapatkan dari kebun,” ujar pedagang di Pasar Candirejo, Kecamatan Semin, Gunungkidul, Sabtu (14/10/2017).

Menurut Sudarti, perekonomian yang semakin membaik membuat nasi tiwul ditinggalkan. Beras kini menjadi makanan utama. Tanpa beras, Sudarti merasa belum makan dan perutnya tetap lapar. Tiwul yang dulu menjadi makanan sehari-hari kini sudah berubah fungsi. Sudarti tetap mengonsumsinya, bahkan dalam sepakan, dia membeli tiwul dua sampai tiga kali di salah satu lapak Pasar Candirejo.

“Saya suka tiwul karena kangen masa kecil. Tetapi saya tak sempat membuat tiwul sendiri. Daripada repot, mending beli. Hanya Rp2.000 sudah bikin perut kenyang,” ujar dia.
Nasi putih sekarang menjadi makanan pokok yang tidak bisa dia tinggalkan.

Advertisement

Tiwul yang pernah sangat akrab di lidah dan lambungnya sekarang hanya menjadi menu sesekali. “Kalau dimakan sama sambal bawang dan gorengan, rasanya enak sekali,” tutur dia.

Indonesia mulai mengalami penyeragaman makanan pokok pada dekade 70-an, seiring dengan keinginan pemerintah Orde Baru mewujudkan ketahanan pangan. Petani diberi insentif dan kemudahan untuk menanam padi. Pegawai negeri sipil di deluruh Indonesia dijatah beras tiap bulan. Pada 1984, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri tanpa impor beras.

Namun, politik pangan itu punya efek samping. Beras menjadi satu-satunya makanan pokok di hampir seluruh Indonesia. Menurut laporan yang dituangkan dalam kumpulan naskah ilmiah berjudul Diversifikasi Pangan dan Transformasi Pembangunan Pertanian terbitan Kementerian Pertanian pada 2013, hanya dua wilayah, yakni Papua dan Maluku yang tak sepenuhnya tergantung beras. Di dua provinsi itu, hanya 80% masyarakat yang menjadikan beras sebagai makanan pokok. Sementara, di daerah lain semua penduduknya menyantap beras saban makan.

Advertisement

Sumber karbohidrat dari bahan pangan lain, seperti sagu, ubi jalar, atau jagung ditinggalkan. Tek terkecuali tiwul di Gunungkidul.
Tiwul sebagai makanan pokok obat kangen kini masih dijual pasar-pasar tradisional. Waginem, warga Desa Semin tiap hari menjajakan tiwul di emperan toko pinggir jalan menuju ke dalam Pasar Semin.

Dia berjualan tiwul sejak belasan tahun lalu, ketika pangan ini sudah digeser beras dalam struktur sederhana kebutuhan konsumsi warga. Belakangan, tiwul makin laris. Tidak kurang dari tiga kilogram gaplek ditumbuk halus untuk kemudian diolah menjadi tiwul tiap hari.

“Lumayanlah dan bisa habis karena banyak yang cari,” kata Waginem.
Menurut dia, ada dua jenis nasi tiwul, yakni kecokelat-cokelatan dan hitam. Meski warnanya berbeda, keduanya memiliki rasa dan tekstur yang sama. Nasi tiwul dagangan Waginem berbeda dengan tiwul kudapan yang sering dijadikan oleh-oleh.

Advertisement

Jika tiwul oleh-oleh biasanya manis, tiwul sebagai makanan pokok hanya berasa agak gurih. Biasanya dicampur dengan nasi putih.
“Harganya murah. Satu bungkus hanya Rp2.000,” kata Waginem.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif