Jogja
Senin, 16 Oktober 2017 - 10:20 WIB

Kredit BPR Syariah Diprediksi Melambat, Bank Diminta Lebih Efisien

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) memprediksi pertumbuhan kredit pada tahun ini akan sedikit melemah dibandingkan tahun lalu

Harianjogja.com, JOGJA-Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) memprediksi pertumbuhan kredit pada tahun ini akan sedikit melemah dibandingkan tahun lalu. Bank pun diminta lebih efisien menghadapi permasalahan ini.

Advertisement

Ketua Asbisindo DIY, Edi Sunarto mengatakan, pada 2016 lalu pertumbuhan kredit di bank syariah terutama Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) bisa mencapai 20% tetapi saat ini dimungkinkan akan turun. “Paling [2017] 10 sampai 15 persen. Kalau tahun lalu bisa 15 sampai 20 persen,” katanya pada Harianjogja.com, Minggu (15/10/2017).

Ia mengatakan, melemahnya kredit sangat dipengaruhi oleh kondisi politik sebuah negara, begitu juga di Indonesia. Situasi politik yang naik turun serta kasus korupsi yang menjadi pemandangan gamblang, membuat investor besar berpikir ulang untuk bisa menanamkan modalnya di Indonesia.

“Kalau yang investasi kecil, melihat daya beli masyarakatnya yang rendah juga akan berdampak pada tumbuhnya UMKM,” lanjut Edi.

Advertisement

Kredit di perbankan sekelas BPR banyak diserap oleh kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sehingga saat calon-calon UMKM masih enggan membuka usahanya, serapan kredit belum terjadi.

Dalam kondisi seperti ini, kata Edi, seorang pegawai bank dituntut untuk bekerja secara efisien. Edi menjelaskan, kondisi yang terjadi dalam dunia perbankan adalah sektor penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) surplus tetapi hanya mengendap di bank karena permintaan kredit masyarakat turun. Kredit sendiri dinilainya menjadi sumber pendapatan bank.

“Kita perlu efisien karena ada gap antara yang masuk [DPK] dengan yang keluar [kredit] sehingga pendapatan yang masuk akan tertahan maka biaya yang dikeluarkan bank harus efisien,” jelasnya. Hal ini menurutnya perlu dilakukan agar biaya yang dikeluarkan bank tidak membengkak.

Advertisement

Gempuran terhadap kalangan BPR juga datang dari program kredit yang diselenggarakan pemerintah yaitu KUR. Wacana menurunkan suku bunga per tahun menjadi 7% menurut Edi menambah tantangan bagi BPR dan BPRS. Namun ia meyakini bahwa produk yang ada di BPR memiliki pasarnya masing-masing karena tidak semua masyarakat mengakses KUR.

“Kalau BPRS, pelayanannya cepat, baik, yang mana memang ada masyarakat yang menginginkan itu. Jual barang mahal belum tentu tidak laku. Kalau layanan cepat maka akan disukai,” jelasnya.

Advertisement
Kata Kunci : BPR Di Jogja Kredit BPR
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif