News
Minggu, 15 Oktober 2017 - 13:20 WIB

Kimia Masih Sering Dikaitkan Terorisme, Apa Penyebabnya?

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pemateri menyampaikan makalahnya dalam seminar kimia di UNY, Sabtu (14/10/2017). (Harian Jogja/Sunartono)

Literasi sebagai konsep kompetensi yang mencakup aspek konten, proses, dan sikap terhadap kimia terkait dengan aplikasinya dalam kehidupan perlu dikembangkan

Harianjogja.com, SLEMAN-Kimia masih sering dikaitkan dengan tindakan negatif seperti terorisme. Perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi terhadap persoalan tersebut. Di sisi lain, literasi kimia sangat perlu diajarkan kepada siswa di abad ke-21.

Advertisement

Pembahasan tentang literasi kimia ini dikupas dalam seminar nasional bertajuk Sinergi Penelitian dan Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi Kimia di Era Global, di Fakultas MIPA UNY, Sabtu (14/10/2017). Dekan FMIPA UNY Hartono menjelaskan, salah satu isu utama dalam pembelajaran kimia sesuai perkembangan abad 21 adalah upaya meningkatkan literasi kimia siswa.

Literasi sebagai konsep kompetensi yang mencakup aspek konten, proses, dan sikap terhadap kimia terkait dengan aplikasinya dalam kehidupan perlu dikembangkan. Pengembangan literasi Kimia di sekolah didukung oleh hasil penelitian bidang kimia maupun pendidikan yang berkontribusi pada pemecahan masalah strategis nasional.

“Seminar ini diikuti 70 pemakalah dan 201 non pemakalah serta pengurus MGMP Kimia
SMA/SMK se-DIY,” terang dia, Sabtu (14/10/2017).

Advertisement

Dalam seminar itu, Prof Karna Wijaya dari FMIPA UGM mengatakan, saat ini literasi kimia masyarakat Indonesia belum terlalu menggembirakan dibandingkan beberapa negara tetangga. Di Indonesia, selain dianggap sebagai ilmu yang berguna, kimia juga dinilai sebagai momok oleh sebagian masyarakat karena dikaitkan tindakan negatif seperti terorisme.

“Karena itu peneliti dan pendidik di perguruan tinggi berkewajiban secara moral untuk mengedukasi masyarakat agar mereka lebih literate terhadap kimia melalui berbagai pendekatan dan metode edukasi yang benar,” jelas dia.

Ia mencontohkan terkait energi baru dan terbarukan (EBT) khususnya biofuel yang menjadi suatu produk kimia yang saat ini memiliki peranan penting dalam penggunaan energi. Karena sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat diperbarui menjadikan biofuel banyak dikembangkan di berbagai perguruan tinggi, bahkan semakin populer di sekolah-sekolah sebagai pembelajaran sains.

Advertisement

Tetapi sayangnya, kata dia, masih banyak yang belum mengetahui bahwa biofuel sebagai EBT merupakan produk kimia yang pembuatannya memerlukan bahan kimia memadahi. “Tanpa literasi yang cukup dalam bidang kimia sulit untuk mengembangkan dan mendapatkan manfaat dari biofuel, karena itu butuh penelitan yang dapat berkontribusi untuk penguatan literasi,” tegas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif