Jogja
Jumat, 13 Oktober 2017 - 09:20 WIB

Sultan Dorong Kopi Menoreh agar Mendunia

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X, sedang mencicipi teh hasil produksi warga Menoreh, di sela peresmian PPTM, di Ngaliyan, Ngargosari, Samigaluh, Kamis (12/10/2017). (Uli Febriarni/JIBI/Harian Jogja)

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X mendorong kopi Kulonprogo bisa mendunia

Harianjogja.com, KULONPROGO-Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X mendorong kopi Kulonprogo bisa mendunia, dengan pengolahan dan pemasaran yang tepat.

Advertisement

“Produsen kopi bisa memadukan kopi jenis arabika dan robusta, untuk menciptakan karakter rasa yang lebih kuat dan khas, tanpa memisah-misahkannya seperti pengolahan kopi pada umumnya,” ungkapnya, di sela peresmian Pusat Pengelolaan Teh Menoreh, di Dusun Ngaliyan, Desa Ngargosari, Kamis (12/10/2017).

Teknologi pencampuran antara robusta dan arabika ini, menurut dia banyak diaplikasikan di Eropa, sehingga muncul bermacam-macam jenis minuman olahan kopi yang populer.

Selain itu, Sultan juga menyatakan, bahwa produsen juga tidak perlu ragu menambahkan bahan lain ke dalam olahan kopi, misalnya susu. Karena justru akan memberikan rasa berbeda pada kopi.

Advertisement

“Saya merasa perlu ada perbaikan soal rasa [kopi],” tambahnya.

Menyinggung soal teknik pemasaran produk, ia menjelaskan, Kulonprogo bisa mengoptimalkan adanya duta besar Indonesia di Skandinavia. Skandinavia menjadi sorotan khusus, mengingat negara-negara yang tergabung dalam Skandinavia ini merupakan konsumen tertinggi di dunia untuk produk kopi.

Mengenalkan kopi menoreh dengan segala ciri khas yang dimiliki, kepada negara-negara seperti Norwegia, Swedia, Denmark, akan memberikan cukup besar kemungkinan kopi Kulonprogo bisa diterima, dan mendapat tempat tersendiri di hati pecinta kopi di sana.

Advertisement

Salah satu produsen kopi, Marwiyah menjelaskan, perbukitan menoreh lebih banyak menghasilkan kopi jenis robusta ketimbang arabika. Di Samigaluh sendiri, sedikitnya ada 10 kelompok petani kopi, enam di antaranya juga mengolah kopi sampai menjadi bentuk bubuk. Semenjak dua tahun terakhir, jumlah produksi kopi membaik, setelah sempat mengalami penurunan paska erupsi merapi.

Pemasaran produk kopi hasil olahan Marwiyah, disebar ke Jogja, Surabaya, Jakarta, Semarang hingga Aceh. Ia juga melayani pesanan kopi curah dari hotel berbintang lima, sebagai supplier khusus.

“Kami justru tidak mengekspor kopi kami ke luar negeri. Karena kami menjaga stok kopi di sini, dengan adanya kopi di tingkat lokal, ada banyak warga yang bisa diberi pekerjaan untuk mengolah kopi, kalau kopi diekspor, maka kpi yang akan diolah habis dikirim, tenaga kerja mau apa,” terangnya.

Salah satu penikmat kopi, Diana Puspitasari menuturkan rasa kopi menoreh memiliki ciri khas yang berbeda, dibanding dengan rasa kopi yang pernah ia cicipi sebelumnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif