Entertainment
Rabu, 11 Oktober 2017 - 15:55 WIB

Pesan Kehidupan dalam Pentas Monolog Asmarandana di Rumah Banjarsari

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mahasiswa Jurusan Seni Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo Sanji Bagus Gumelar menampilkan karya berisi kritikan melalui lagu dan puisi pada Sala Monolog #4 di Rumah Banjarsari, Solo, Minggu (8/10/2017) malam. (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Sejumlah seniman dari berbagai kota tampil di Sala Monolog di Rumah Banjarsari pada Jumat-Minggu (6-8/10/2017).

Solopos.com, SOLO--Petikan tembang Asmarandana ciptaan mendiang Joko Bibit diucapkan perlahan oleh Sutrisna, peserta Solo Monolog 2017 asal Salatiga. Hujan mulai mengguyur, namun pegiat Teater Hening tersebut tetap meneruskan pentasnya di Rumah Banjarsari, Solo, Minggu (8/10/2017) malam. Sorot lampu temaram menambah dramatik penampilannya. Sosok Semar yang disimbolkan sebagai tokoh bijaksana muncul di layar belakang. Siluet pada background putih tersebut menghidupkan suasana. Sutrisna mulai bereksplorasi dalam gerak dan tari.

Advertisement

“Aja seneng nglarani wong. Aja seneng goroh. Aja seneng cidra. Aja seneng melikan. Aja seneng reget. Aja seneng jireh. Aja seneng ditulung. Senenga nulung [Jangan menyakiti orang lain. Jangan berbohon jangan suka iri. Jangan berpikir negatif. Jangan menjadi penakut. Jangan suka dibantu. Jadilah orang yang suka membantu],” ucap Sutrisna menutup pentas. Ini bukanlah kali pertama. Sutrisna mengatakan Teater Hening selalu membuat karya berdasar pada serat-serat Jawa.

Eksplorasi pentasnya yang selama ini ditampilkan terinspirasi beberapa tembang seperti Mijil, Megatruh, dan Asmarandana. Ia menyebut cara ini efektif untuk mentransfer naskah Jawa. “Kalau hanya dikenalkan melalui naskah secara utuh. Anak muda sekarang enggak ada yang langsung tau. Tapi kalau lewat pertunjukan teater seperti ini. Minimal mereka tertarik dulu,” kata dia.

Kritikan

Advertisement

Pentas Solo Monolog 4 belum usai. Penampil dari Karanganyar Sanji Bagus Gumelar mengajak penonton masuk dalam kegelisahan tentang kehidupan lewat pentas Tempat Pelarian. Dengan konsep tunggal, mahasiswa Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Solo ini menyanyikan empat lagu yang ditulis sendiri. Deretan lirik lagu yang awalnya dibuat dalam catatan akun instagram @Ranggersbiru tersebut menyoroti banyak hal.

Dalam karya berjudul Lagu Satu ia menanggapi soal aturan dalam institusi pendidikan yang kadang justru mengekang anak didiknya. Kebijakan yang diterapkan tidak disesuaikan kebutuhan. Selanjutnya Lagu Dua yang digarap saat melakukan perjalanan ke Pekalongan menceritakan tentang kehidupan seniman. Seni yang seharusnya murni, mulai masuk panggung politik dan beraling fungsi.

Terakhir ia mengajak pengunjung mengingat kembali pentingnya kebersamaan. Bahwa manusia hidup tak bisa melakukan semuanya sendiri. Kita perlu teman, keluarga, dan negara untuk bisa merubah semuanya. Ini merupakan wujud budaya lama Indonesia yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, yaitu gotong royong. “Ini merupakan bentuk kegelisahan saya. Tapi saya juga membebaskan penikmat karya ini menginterpretasikannya bagaimana,” kata dia lagi.

Advertisement

Banjarsari merupakan tempat pertama Sala Monolog. Sebelumnya agenda tahunan yang diselenggarakan Solo Log Community ini rutin digelar di Taman Budaya Jawa Tengah. Ketua Penyelenggara Muhammad Wishnu Aji mengatakan digelar sejak Jumat (6/10/2017) pentas terbuka tersebut diikuti enam delegasi penampil dari berbagai wilayah seperti Malang, Jogja, Ambarawa, dan Semarang.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif