Entertainment
Selasa, 10 Oktober 2017 - 21:39 WIB

Garis Batas Kemerdekaan dalam Pameran Seni Grafis di Balai Soejatmoko

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung melihat seni grafis karya seniman asal Thailand, Puritip Suriyapatarapun, dalam Boundary of Freedom di Balai Soedjatmoko, Jl. Slamet Riyadi, Solo, Selasa (10/10/2017).

Seniman asal Thailand, Puritip Suriyapatarapun, 25, memamerkan puluhan karya seni grafis di Balai Soedjatmoko, Solo.
Solopos.com, SOLO--Semua orang bebas menerjemahkan kemerdekaan melalui media yang beraneka. Termasuk karya seni rupa seperti yang dilakukan seniman asal Thailand, Puritip Suriyapatarapun, 25. Pemenang II Kompetisi Internasional Trienal Seni Grafis Indonesia V 2015 Bentara Budaya ini mengejawantahkan kebebasan dalam berbagai rupa yang terangkum dalam 36 bentuk seni grafis dengan tema Boundary of Freedom.

Setelah dipamerkan selama 13 hari di Bentara Budaya Jakarta, puluhan karya terbaik Puritip diboyong ke Balai Soedjatmoko Solo. Dibuka, Sabtu (7/10/2017), masyarakat bisa menikmati keindahan garap rupa dari tangan dingin Puritip hingga Kamis (12/10/2017).

Advertisement

Menggunakan teknik litografi, ia mengangkat isu kemerdekaan yang dianggapnya hanya hidup dalam cangkang ilusi. Menurut Puritip dalam pembukaan katalog, manusia belum sepenuhnya bisa memilih kehendak. Kebebasan masih dibingkai dalam batas-batas terkait dengan pola-pola masyarakat.

Wajah

Sudut pandang tersebut ia gambarkan dalam seni grafis berbentuk benda mati seperti mesin jahit, bendera, balon udara yang kempes, gelembung, dan sebuah terompet. Peraih Grand Prize Young Thai Artis Award 2014 ini kemudian menambahi gambar wajah di semua karyanya yang bisa diartikan sebagai legitimasi cangkang ilusi kebebasan.

Advertisement

Koleksi berjudul Our Whole Life Searching yang membawanya menjadi Juara II International Competition Indonesian Print Making V 2015 Bentara Budaya ini misalnya. Puritip membuat wajah muram dalam gagang gembok emas yang tertarik ke belakang. Penekanan kebebasan lain ia perlihatkan dalam litografi berjudul Abandoned Dreams. Wajah dengan mata tertutup menghiasi balon warna merah muda yang mengempes dalam untaian tali putih.

General Manager Bentara Budaya, Frans Sartono, mengatakan pameran tersebut merupakan agenda kedua. Sebelumnya pada 2016 Bentara Budaya menggelar kegiatan serupa dengan perupa berbeda. Kala itu karya seni grafis Jayantara Naskar dari India sebagai Pemenang Pertama dipajang bergantian di Bentara Budaya Jakarta, Solo, Bali, dan Jogja.

Meski konsep berbeda, isu yang mereka angkat masih sama yaitu Dunia dalam Karantina. Tema tersebut berangkat dari perenungan antara lain dampak globalisasi pada kehidupan. “Globalisasi seperti dicatat juri, bisa juga berarti bahwa pencarian-pencarian bentuk masyarakat ideal dikhawatirkan telah berakhir,” kata Frans.

Advertisement

Salah satu pengunjung, Anggi Wisiastuti, mengapresiasi karya seniman asal muda tersebut. Dari segi visual Puritip mampu menggaet orang untuk datang dan mengamati garapannya. Ia mampu mengaplikasikan teknik yang rumit untuk membuat karya-karya artistik.

Namun Aggi mengaku kesulitan memahami maksud dari setiap gambar. “Bagus sih. Tapi jadi bingung ini maksudnya bagaimana. Karena penuh dengan simbol. Narasi ceritanya juga enggak ada,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif