Jogja
Minggu, 8 Oktober 2017 - 22:20 WIB

KEANEKARAGAMAN HAYATI : Nasib Badak di Ujung Cula

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anak badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) Andatu bersama induknya Ratu di SRS Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, Senin (30/7/2012). Andatu lahir dari pasangan Ratu dan Andalas pada 23 Juni 2012 yang menandai keberhasilan usaha konservasi badak di Indonesia. (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Ironisnya, status kawasan tidak menjamin kehidupan badak bebas dari ancaman

Harianjogja.com, JAKARTA-Indonesia memiliki dua spesies badak yang sama-sama dalam ancaman kepunahan sehingga menjadi kondisi darurat badak Indonesia.

Advertisement

Dalam situs resminya, World Wildlife Fund (WWF) Indonesia mengungkapkan, Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis) dan Jawa (Rhinoceros sondaicus) saat ini tengah menghadapi situasi darurat.

Pasalnya terjadi tekanan habitat yang cukup masif di Sumatra, bencana alam letusan Gunung Anak Krakatau, penyakit yang ditularkan ternak, dan invasif tanaman langkap adalah tekanan untuk Badak Jawa di Ujung Kulon. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu bereaksi cepat agar badak tidak bernasib sama seperti Harimau Jawa yang punah.

Darurat Badak Sumatra terjadi karena habitatnya makin berkurang. Dari delapan kantong habitat badak, saat ini hanya tersisa di tiga kawasan konservasi dan lindung Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Kawasan Ekosistem Leuser.

Advertisement

Ironisnya, status kawasan tidak menjamin kehidupan badak bebas dari ancaman. Survei dan monitoring secara kontinyu dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan, tren penurunan populasi. Jumlah mereka diperkirakan kurang dari 100 individu sejak lima tahun terakhir.

“Kita berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan badak Indonesia. Perlindungan habitat saja dan membiarkan mereka berkembang biak secara alami tidak cukup untuk menyelamatkan kelangsungan hidup badak. Perlu segera memindahkan badak ke tempat yang aman dan melakukan pembiakan semi alami yang lebih aktif dan manajemen kawasan yang lebih baik,” ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif