News
Sabtu, 7 Oktober 2017 - 22:17 WIB

OTT KPK : Ketua PT Sulut dan Anggota Fraksi Golkar DPR Tersangka Kasus Suap

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua penyidik menunjukkan barang bukti berupa 64.000 dolar Singapura disaksikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief (kedua kiri), Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Sunarto (kiri), Juru Bicara MA Agung Suhadi (kanan) saat konferensi pers mengenai operasi tangkap tangan KPK di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (7/10/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

KPK menetapakan Ketua PT Sulut Sudiwardono dan anggota DPR Aditya Anugrah Moha sebagai tersangka.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK), Sabtu (7/10/2017) malam, menetapkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (PT Sulut) Sudiwardono (Sdw) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Komisi XI Fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha (AAM) sebagai tersangka dugaan korupsi suap terkait putusan banding perkara kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010.

Advertisement

“Setelah melakukan pemeriksaan 1×24 jam dan melakukan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara, maka KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan 2 tersangka yaitu sebagai penerima Sdw ketua PT Sulut sebagai ketua majelis hakim dan sebagai pemberi AAM anggota DPR Komisi XI periode 2014-2019,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.

Sudiwarsono dan Aditya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di hotel di daerah Pecenongan Jakarta Pusat pada Jumat (6/10/2017) malam dengan barang bukti sebesar 64.000 dolar Singapura.

Advertisement

Sudiwarsono dan Aditya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di hotel di daerah Pecenongan Jakarta Pusat pada Jumat (6/10/2017) malam dengan barang bukti sebesar 64.000 dolar Singapura.

Dalam konferensi pers itu, KPK menggandeng Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Agung Sunarto, Juru Bicara MA yang juga Ketua Umum Ikatan Hakim Suhadi, serta Kepala Biro Hukum dan Humas M.A. Abdullah.

“Diduga pemberian uang terkait dengan penanganan perkara banding dengan terdakwa Marlina Mona Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015 untuk memengaruhi putusan banding dalam perkara tersebut serta agar penahanan terhadap terdakwa tidak dilakukan,” tambah Laode.

Advertisement

Kala itu, majelis hakim menilai Marlina terbukti melakukan korupsi TPAPD Bolaang Mongondow sebesar Rp1,25 miliar saat masih menjabat sebagai Bupati Bolaang Mongondow 2010. Marlina juga terbukti melakukan pencucian uang.

Commitment fee sebesar Rp1 miliar dan dijadikan dalam bentuk dolar Singapura sehingga menjadi jadi sekitar 100.000 dolar Singapura. Yaitu diserahkan 60.000 dolar Singapura dari AAM ke Sdw di Manado pada pertengahan Agustus 2017. Selanjutnya pada Jumat, 6 Oktober 2017 diserahkan 30.000 dolar Singapura di Jakarta kemudian diamankan tim KPK dalam OTT,” tambah Laode.

Pada hari Jumat itu juga, tim KPK mengamankan 23.000 dolar Singapura sebagai sisa pemberian pertama pada Agustus 2017 dan 11.000 dolar Singapura yang diamankan di mobil Aditya.

Advertisement

“Kode yang digunakan mohon maaf menggunakan pengajian, jadi pertemuannya kapan nanti kita bertemu di mana, kan kode pengajian ini jarang-jarang terjadi. Nilai fee awal 100.000 dolar Singapura untuk mempengaruhi putusan bandng dan agar tidak ditahan selama proses persidangan berjalan,” jelas Laode.

KPK juga mesih terus mengembankan kasus ini termasuk keterlibatan pihak lain serta asal usul uang yang diberikan kepada Sudiwardono.

Sebagai penerima Sudiwardono disangkakan pasal Pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Advertisement

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan sebagai pemberi, Aditya Anugrah Moha disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp750 juta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif